Kampung ini ditegaskan tidak komersial. Jadi, wisatawan mau datang ke sini tidak ada hitung-hitungan ekonomi. Yang penting mereka datang dulu ke sini lalu mereka akan diberikan paham bagaimana menjaga ketahanan pangan.
Masyarakat Cireundeu juga telah mengolah singkong menjadi berbagai produk, seperti tepung singkong, keripik, hingga kue dan oleh-oleh khas, yang makin memperkenalkan potensi ekonomi berbasis pangan lokal.
Peran Pemerintah dalam pengembangan ketahanan pangan di Cireundeu sangat dirasakan oleh penduduk setempat. Pemerintah telah memberikan bantuan mesin penggiling singkong dan peralatan lainnya yang mendukung keberlanjutan produk berbasis singkong.
Abah Widi berharap ilmu tentang ketahanan pangan yang ada di Cireundeu dapat disebarkan ke daerah-daerah lain, agar masyarakat Indonesia tidak terus bergantung pada beras impor, melainkan kembali memanfaatkan potensi lokal yang tersedia di sekitar mereka.
Oleh karena itu, ia minta Pemerintah membantu menularkan ilmu tentang ketahanan pangan ke daerah lain, agar tidak ada lagi orang yang berbicara kelaparan karena tergantung dengan beras.
Mempertahankan warisan budaya di Desa Wisata Cireundeu
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat mengungkapkan dua tradisi khas Kampung Cireundeu telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Tradisi tersebut adalah kebiasaan masyarakat mengonsumsi rasi (beras singkong) sebagai sumber karbohidrat utama, serta tradisi Tutup Taun Ngemban Taun 1 Sura.
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Jawa Barat Febiyani menjelaskan bahwa proses penetapan ini melalui berbagai kajian oleh tim WBTB yang melibatkan akademisi.
Masyarakat diminta terus menjaga tradisi itu seperti halnya merawat tradisi makan rasi dan tutup taun yang ditetapkan jadi WBTB Jabar dan Indonesia.
Bagi masyarakat masyarakat Kampung Cireundeu, perayaan upacara adat Tutup Taun Ngemban Taun 1 Sura layaknya Lebaran bagi kaum muslim.