Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menegaskan bahwa pihak Pemprov Jabar menunggu instruksi pemerintah pusat untuk penetapan upah minimum baik untuk tingkat provinsi (UMP), maupun tingkat kabupaten/kota (UMK).
Sebelum terbitnya keputusan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), kata Bey, Dewan Pengupahan daerah tidak akan melakukan kalkulasi apapun terkait upah minimum di Jawa Barat.
Baca juga: Menaker beri sinyal UMP 2025 dipastikan naik
"Untuk UMP belum, kami nunggu. Kami tetap menunggu dari pusat dulu seperti apa," ujar Bey di Unikom Bandung, Selasa.
Sebab, lanjut Bey, terkait penetapan UMP dan UMK, harus ada kejelasan terkait formulasi yang digunakan untuk perhitungannya dari pemerintah pusat.
"Kami menunggu dari pusat saja, karena memang seperti itu hierarkinya," ucap dia.
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) saat ini harus mengikuti aturan baru setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah 21 aturan dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Salah satunya, dalam Pasal 81 angka 28 tentang formula penghitungan upah minimum, mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu.
Dalam norma baru putusan MK, indeks tertentu sebagai variabel dipertegas dengan mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, dengan memerhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
UMP seharusnya sudah ditetapkan pada 21 November 2024, sementara UMK pada 30 November 2024.
Pada kesempatan lain, Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat Arief Nadjemudin mengatakan meski penetapan UMP dan UMK ditenggat pada akhir November ini, pihaknya tetap optimistis kebijakan upah daerah itu akan dapat diselesaikan.
Namun tetap pihaknya berharap Kemenaker dapat segera mengeluarkan regulasi anyar, sebagai pedoman bagi Dewan Pengupahan untuk menetapkan UMP dan UMK.
"Kita masih menunggu peraturan dari Menteri Tenaga Kerja dari putusan MK tersebut. Menunggu surat edaran sesuai arahan pemerintah pusat. Mudah-mudahan hari ini keluar," ucap Arief.
Dia melanjutkan, Dewan Pengupahan sudah siap melakukan pembahasan dan hanya menunggu payung hukum baru, sebelum menetapkan UMP.
"Pasti (siap), pokoknya kita mengikuti Permenaker arahnya, baru kita bahas. Kalau sudah, baru kita sesuai jadwal kemarin rapat dengan Dewan Pengupahan kita akan melakukan pembahasan. Intinya mengikuti arahan pemerintah pusat," tuturnya.
Sebelum terbitnya keputusan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), kata Bey, Dewan Pengupahan daerah tidak akan melakukan kalkulasi apapun terkait upah minimum di Jawa Barat.
Baca juga: Menaker beri sinyal UMP 2025 dipastikan naik
"Untuk UMP belum, kami nunggu. Kami tetap menunggu dari pusat dulu seperti apa," ujar Bey di Unikom Bandung, Selasa.
Sebab, lanjut Bey, terkait penetapan UMP dan UMK, harus ada kejelasan terkait formulasi yang digunakan untuk perhitungannya dari pemerintah pusat.
"Kami menunggu dari pusat saja, karena memang seperti itu hierarkinya," ucap dia.
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) saat ini harus mengikuti aturan baru setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah 21 aturan dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Salah satunya, dalam Pasal 81 angka 28 tentang formula penghitungan upah minimum, mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu.
Dalam norma baru putusan MK, indeks tertentu sebagai variabel dipertegas dengan mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, dengan memerhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
UMP seharusnya sudah ditetapkan pada 21 November 2024, sementara UMK pada 30 November 2024.
Pada kesempatan lain, Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat Arief Nadjemudin mengatakan meski penetapan UMP dan UMK ditenggat pada akhir November ini, pihaknya tetap optimistis kebijakan upah daerah itu akan dapat diselesaikan.
Namun tetap pihaknya berharap Kemenaker dapat segera mengeluarkan regulasi anyar, sebagai pedoman bagi Dewan Pengupahan untuk menetapkan UMP dan UMK.
"Kita masih menunggu peraturan dari Menteri Tenaga Kerja dari putusan MK tersebut. Menunggu surat edaran sesuai arahan pemerintah pusat. Mudah-mudahan hari ini keluar," ucap Arief.
Dia melanjutkan, Dewan Pengupahan sudah siap melakukan pembahasan dan hanya menunggu payung hukum baru, sebelum menetapkan UMP.
"Pasti (siap), pokoknya kita mengikuti Permenaker arahnya, baru kita bahas. Kalau sudah, baru kita sesuai jadwal kemarin rapat dengan Dewan Pengupahan kita akan melakukan pembahasan. Intinya mengikuti arahan pemerintah pusat," tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jabar tunggu instruksi pemerintah pusat untuk penetapan upah minimum