Bandung (ANTARA) - Ribuan desa wisata tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan menjadi happening saat ini. Apalagi ditunjang banyak bersliweran di media sosial (medsos) mampu menarik wisatawan lokal yang penasaran untuk mengunjunginya.
Berdasarkan data Jejaring Desa Wisata (Jadesta) dari Kementerian Pariwisata, per 21 Oktober 2024 tercatat ada sebanyak 6.026 desa wisata yang tersebar di berbagai provinsi, dengan rincian 4.687 desa wisata rintisan, 992 desa wisata berkembang, 314 desa wisata maju dan 33 desa wisata mandiri.
Jumlah keseluruhan desa wisata itu meningkat tajam 76 persen dibandingkan jumlah yang tercatat pada tahun 2022 sebanyak 3.419 desa wisata. Selama dua tahun terakhir masyarakat Indonesia sudah mulai biasa untuk berekreasi tidak hanya terpaku pada destinasi wisata besar yang dikelola pemerintah atau swasta besar, namun desa wisata yang berbasis komunitas pun ramai dikunjungi.
Sebuah desa wisata di Indonesia dikonsep Kementerian Pariwisata harus memiliki daya tarik, amenitas, dan aksesibilitas yang baik. Daya tarik utama desa wisata bisa dalam bentuk panorama alam, amenitas dalam bentuk fasilitas pendukung wisatanya, aksesibilitas terkait infrastruktur untuk menuju lokasi wisata.
Strategi pemerintah untuk mengembangkan desa wisata dari segi kuantitas sudah membuahkan hasilnya. Desa wisata bermunculan dan memberikan dampak perekonomian desa ikut terangkat, yang tampak dari geliat munculnya warung, kedai dan toko di sekitarnya dan adanya transaksi jual beli.
Desa wisata punya siklus
Kuantitas jumlah desa wisata yang meningkat adalah kabar yang menggembirakan. Tapi kondisi happening desa wisata bisa saat ini, harus diingatkan seperti pernah dikemukakan Richard W. Butler (The Concept of Tourism Area Cycle of Evolution: Implications for Management of Resources, 1980) menyebutkan destinasi wisata memiliki siklus.
Menurut Richard, sebuah destinasi wisata, cepat atau lambat akan mencapai ambang batas atau puncak kejayaan, kemudian mengalami stagnasi serta penurunan.
Pernyataan Profesor Emeritus Bidang Pariwisata asal Universitas Strathclyde University Skotlandia itu perlu dipikirkan para pemangku kepentingan desa wisata, sehingga ribuan desa wisata yang sudah bermunculan saat ini tidak berujung mangkrak karena tidak mampu menjadi desa wisata berkelanjutan.
Saat ini banyak desa wisata yang dulu viral akhirnya mangkrak. Sebagian besar yang mangkrak terkena imbas pandemi Covid-19 dan tidak mampu lagi untuk bangkit karena sudah banyak infrastruktur yang terbengkalai.
Ada juga yang mangkrak karena kesalahan manajemen seperti tidak memperhitungkan biaya pemeliharaan infrastruktur sehingga begitu salah satu satu infrastruktur rusak seperti akses jalan maka pengunjung beralih ke wisata yang lain.