Sementara orang tua masih berpegang teguh pada nilai-nilai substantif, seperti spiritualitas, idealisme, budi pekerti, adab, dan hal-hal fundamental lain, termasuk pentingnya pendidikan.
Dari perbedaan pandangan antara generasi anak dan orang tua itulah perselisihan kerap tersulut. Orang tua dengan segenap cintanya pada anak-anak mengkhawatirkan masa depan mereka jika tanpa fondasi pendidikan. Sementara sang anak menganggap sikap mengikuti harapan orang tua sebagai sesuatu yang berlebihan. Karena, menurut mereka, ilmu bisa dicari di mana saja, tidak harus duduk bertahun-tahun di bangku kuliah. Begitu cara berpikir generasi penganut segala yang instan dan penyuka jalan pintas.
Bagaimana pun kampus adalah institusi pendidikan yang menerapkan kurikulum secara terprogram dengan pengampu mata kuliah para pengajar yang tentu saja berkompeten karena telah memenuhi kualifikasi tertentu dan terakreditasi, sehingga akan meluluskan seorang ahli.
Kecerdasan dan kebaikan
Ada orang tua dengan harta berkecukupan, memiliki keinginan kuat agar anaknya sekolah setinggi-tingginya, tapi obsesi itu tidak berbalas karena sang anak menyukai jalan lain untuk menggapai sukses, tanpa harus bersusah payah kuliah. Tidak jarang pula, mahasiswa yang sudah lolos perguruan tinggi negeri bergengsi, meninggalkan kuliahnya di tengah jalan hanya karena alasan tidak sesuai passion.
Pada bagian lain, ada anak yang begitu gigih ingin belajar di bangku pendidikan tinggi, tapi kondisi ekonomi orang tuanya tidak mendukung. Kuliah menjadi sesuatu yang sangat mewah untuk mereka perjuangkan.
Begitulah, setiap orang memiliki jalan terjalnya masing-masing. Ada yang berlimpah fasilitas, sayang tidak memiliki kemauan, sedangkan yang punya kemauan kuat tidak disertai kemampuan.
Dahulu, seorang anak selalu mengutamakan restu dan rida orang tua di atas segalanya, karena percaya hal itu akan mengantarkannya pada keberhasilan dan keberkahan. Bahkan, anak rela menjalani kuliah yang (mungkin) tidak sesuai dengan minatnya, ditekuninya hingga lulus, demi menyenangkan hati orang tua. Sebuah pengorbanan yang anak sekarang sudah enggan lakukan.
Keinginan dan keyakinan menjadi hal penting untuk diperjuangkan, dengan atau tanpa restu orang tua. Membantah nasihat orang tua, menurut anak kekinian, bukan berarti melawan, melainkan berargumen dalam konteks kebebasan berpendapat.