Misalnya untuk koperasi konsumen adalah berdasarkan berapa banyak belanja mereka. Ini bisa diwujudkan menjadi sistem poin SHU.
Dalam sistem penganggaran keuangan dan program kerja koperasi juga akan dapat lebih mudah diukur dan diprediksi karena setiap anggota dapat langsung diukur kemampuannya secara rekam statistik untuk turut memanfaatkan layanan, berkontribusi dalam permodalan yang dibutuhkan serta ikut serta dalam aktifitas program kerja pendukungan bagi perusahaan koperasi.
Perusahaan koperasi tak hanya memiliki kecanggihan dalam manajemen karena membagi keuntungan kepada konsumennya, tapi juga dalam mengambil keputusan dasarnya adalah setiap orang sama, sehingga akan mampu ciptakan sistem yang berkeadilan bagi semua.
Sehingga konsentrasi pengambilan keputusan tidak tertumpu pada satu orang. Keadilan, dan juga kendali atas kerusakan sistem perusahaan akan lebih dapat jaminannya.
Kesimpulannya, sistem divvy merupakan keunggulan komparatif dari perusahaan yang berbentuk koperasi.
Hanya sayangnya keunggulan ini di Indonesia belum diterapkan bahkan belum diajarkan di sekolah dan kampus. Belum ada teks atau satuan materi kuliah yang memuat formula tentang model pembagian keuntungan koperasi tersebut.
Model seperti ini sebenarnya sangat potensial untuk diterapkan di dalam praktik perkoperasian di Indonesia. Sebagaimana menurut F. Engel, praktik itu berkembang karena teori dan teori berkembang itu karena praktik.
*) Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rahasia sukses koperasi besar dunia