Sementara, salah seorang guru SDN Cibadak, Desa Neglasari Leni Sumarni mengatakan jembatan ini merupakan akses utama warga khususnya pelajar yang berada di dua desa untuk menyeberang. Dengan kondisi jembatan yang rusak, dirinya yang merupakan warga Desa Bantarpanjang terpaksa harus bergelantungan di sisa besi jembatan tersebut agar bisa mengajar murid-muridnya tepat waktu.
Untuk menyeberangi Sungai Cikaso dengan cara bergelantungan sisa puing jembatan maupun aliran sungai (saat surut) hanya membutuhkan waktu 10 menit. Tetapi jika memanfaatkan akses jalan lainnya bisa memakan waktu lebih dari satu jam.
"Setiap hari saya, para pelajar dan masyarakat harus seperti untuk menyeberang. Bahkan saat hujan pun kami tetap nekat menyeberang agar bisa sampai tujuan tepat waktu. Kami berharap jembatan ini bisa segera diperbaiki karena banyak pelajar dari dua desa yang hendak bersekolah harus bertaruh nyawa melewati jembatan ini," harapnya.
Di tempat yang sama, pelajar kelas V SDN Cibadak Putri (12) mengatakan awalnya sempat takut melintas dengan cara bergelantungan di rangka jembatan gantung tapi sekarang sudah mulai terbiasa. Aksi nekat yang dilakukannya ini agar diri dan rekan-rekannya bisa menimba ilmu di sekolah.
Akan tetapi dirinya mengaku jika turun hujan deras terpaksa meliburkan diri demi keselamatan karena takut terjatuh ke sungai dan tenggelam. Bahkan, gurunya pun mengimbau kepada Putri dan rekannya agar tidak memaksakan diri berangka ke sekolah khawatir celaka.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pelajar di dua desa di Lengkong "bertaruh nyawa" agar bisa bersekolah
Pelajar di 2 desa di Lengkong Sukabumi bertaruh nyawa untuk bisa bersekolah
Rabu, 24 Juli 2024 6:45 WIB