Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro memprediksi konflik Iran-Israel yang baru-baru ini kembali memanas berpotensi memperparah defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia.
Bambang menilai kekhawatiran tersebut muncul, karena keseimbangan eksternal ekonomi Indonesia yang semakin perlu diwaspadai.
"Neraca perdagangan kita selalu surplus untuk dua tahun lebih, tapi saya lihat angkanya makin lama makin kecil. Ini sebenarnya sudah mulai lampu kuning,” kata Bambang dalam diskusi 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' yang digelar Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin.
Menurut Bambang, dalam dua tahun terakhir surplus neraca perdagangan tercatat semakin mengecil hingga mencapai di bawah 1 juta dolar AS.
Kondisi ini akan menjadi kritis, karena diperparah oleh meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah.
Imbas dari serangan Iran ke Israel pada Sabtu malam (13/4), menurut dia, selain harga komoditas global yang akan semakin naik tajam, distribusi rantai pasok komoditas juga akan terganggu.
“Terutama yang melalui Laut Merah dan Selat Hormuz,” ujarnya
Bambang juga menyatakan neraca berjalan Indonesia juga terganggu akibat tingkat suku bunga yang tinggi dan tertahan membuat permintaan global menjadi melemah.
“Jadi, ekspor kita entah yang manufaktur maupun komoditas, dua-duanya tidak punya prospek bagus meskipun ada pelemahan rupiah,” ujar Bambang.
Pelemahan rupiah, kata Bambang, biasanya dapat berguna untuk menjangkau ekspor.
Namun masalah muncul ketika ekspor masih didominasi produk komoditas. Padahal, era ledakan komoditas atau commodity booming telah berakhir sejak tahun lalu.
Di sektor jasa, kata Bambang lagi, tantangan lebih berat muncul. Sebab, salah satu defisit yang muncul yaitu freight atau shipping.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Konflik Iran-Israel berpotensi perparah defisit transaksi berjalan RI