Tidak hanya gedung kantor utama dan gedung perencanaan, upaya revitalisasi juga meliputi tiga bangunan lainnya, yaitu Wisma 14, Wisma 15, dan Wisma 16 yang berlokasi di kompleks KHAS Hotel, serta Gedung Pusat Kebudayaan (Societiet) yang sempat terbakar pada 2022.
Upaya revitalisasi aset merupakan langkah strategis yang dilakukan perusahaan itu untuk turut melestarikan dan memberdayakan potensi yang dimiliki demi mendukung visi Sawahlunto menjadi destinasi pariwisata unggulan.
Karena visi misi Sawahlunto menjadi kota wisata tambang berbudaya, maka dalam mendukung tujuan itulah pihaknya memberi dukungan, salah satunya pengadaan penginapan. Walaupun kini banyak homestay, hotel berskala besar belum ada.
PTBA UPO sendiri telah mengantongi semua izin, termasuk kajian Heritage Impact Assesment (HIA) hingga uji kuat bangunan, untuk melakukan revitalisasi aset di kawasan cagar budaya UNESCO. Begitu pula kajian dari Kemendikbudristek soal ketentuan khusus terkait revitalisasi warisan budaya tersebut.
Targetnya, semua revitalisasi bisa rampung pada akhir tahun 2024.
Meski pada masa itu ada kepedihan di balik penjajahan, Hindia Belanda telah melakukan alih teknologi dan pengetahuan ke Indonesia. Belanda tidak hanya mewariskan tambang dan gedung-gedung, tetapi juga kebudayaan dan sistem pengembangan kota yang terintegrasi sesuai dengan potensi kekayaan alam yang ada.
Melihat Sawahlunto ibarat melihat “Belanda kecil” yang telah ditata sedemikian rupa oleh para kompeni agar jadi pusat ekonomi yang nyaman ditinggali.
Di balik penjajahan yang menyisakan sisi kelam, menakjubkan rasanya membayangkan lebih dari 130 tahun lalu Belanda sudah terpikir untuk membangun tambang bawah tanah dan segala pendukungnya, menyiapkan fasilitas pendukung masyarakat mulai dari permukiman, gedung pertunjukan, rumah sakit, dapur umum dan tempat jagal, pembangkit listrik tenaga uap, hingga rumah ibadah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menyusuri jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin