Selagi dia ada
Seberapa tampak gagah seorang ayah, jangan lupa dia juga manusia, adakalanya lemah dan kadang rapuh. Izinkan dia tampil apa adanya di hadapan anak istri. Barangkali, dia sempat capek mengenakan “topeng” keperkasaan di lingkungan kerja.
Orang rumah, jadilah kalian penawar rasa lelahnya. Jangan biarkan ia terpaksa harus selalu mengalah. Agar rumah senantiasa menjadi tempat pulang yang ia rindukan. Karena bakal menjadi awal petaka, bila ayah mulai pulang ke tempat lain.
Walau tidak melahirkan, beban tanggung jawab ayah tidaklah ringan. Maka ia pun berhak atas penghormatan yang sama, sebagaimana anak-anak memuliakan ibunya.
Negara telah memuliakan posisi ibu dengan penetapan Hari Ibu melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 bersamaan dengan peringatan ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia. Tahun 2004 atau 45 tahun kemudian, kita baru menyadari belum ada momen peringatan untuk menghormati sosok dan peran ayah.
Bermula dari kegiatan memperingati Hari Ibu oleh paguyuban lintas agama dan budaya bernama Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) di Surakarta, Jawa Tengah pada 22 Desember 2004. Kala itu perayaan Hari Ibu dimeriahkan dengan lomba menulis surat untuk ibu. Di antara peserta ada yang mempertanyakan kapan lomba serupa diadakan untuk ayah, maksudnya lomba menulis surat untuk ayah.
Sontak seisi forum itu tersentak karena baru menyadari selama ini tidak ada peringatan hari ayah. Setelah melalui proses kajian yang panjang termasuk audiensi PPIP dengan DPRD Surakarta, dua tahun berselang digelarlah deklarasi penetapan Hari Ayah Nasional pada 12 November 2006 di Pendapi Gede Balai Kota Solo. Melalui jaringan PPIP, deklarasi serupa juga digelar di Maumere dan Flores Nusa Tenggara Timur.
Meski terbilang terlambat, setidaknya adanya peringatan Hari Ayah Nasional menjadi angin segar bagi para ayah di Indonesia untuk memperoleh kesetaraan penghormatan di ranah publik.
Terlepas ada atau tidaknya peringatan Hari Ayah, sosok ayah adalah panutan dan pahlawan bagi anak-anaknya. Ayah menjadi tempat pelarian dan berlindung ketika terjadi “cuaca buruk” di rumah. Ayah tak mengenal kata “tidak” --saat kita mengajukan permintaan--demi melihat raut gembira anak-anaknya.
Jika ayah kalian sekarang masih hidup, segera hampiri dia, dekap erat, dan bisikkan padanya, ”Aku sangat menyayangimu, Ayah…"
Lakukan dan jangan ditunda, selagi ayahmu masih ada!
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ayah, pahlawan keluarga yang rela dinomorduakan