Jakarta (ANTARA) -
"Munculnya beberapa semburan air bercampur gas pada sumur bor masyarakat secara geologis merupakan fenomena yang umum," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurutnya gas tersebut berdasarkan referensi umumnya merupakan gas biogenik yang sering muncul di rawa atau sawah, sehingga disebut gas metan sawah atau gas metan rawa, sesuai yang telah diidentifikasi oleh Perusahaan Gas Negara (PGN).
Gas tersebut dihasilkan dari aktivitas dekomposisi material organik di suatu rawa-rawa pada masa lampau kemudian di bawah permukaan akan terakumulasi dan tertangkap pada kantong-kantong dengan sebaran yang relatif tidak luas.
"Umumnya terperangkap pada lapisan sedimen yang berumur muda (kurang dari 10.000 tahun) dan muncul ke permukaan sebagai semburan biasanya akibat tertembusnya lapisan perangkap gas tersebut pada kedalaman tertentu," kata dia.
Melihat kejadian serupa sebelumnya, ia memperkirakan bahwa semburan air bercampur gas tersebut tidak akan berlangsung lama sekira satu hingga dua bulan ke depan.
Hal itu disebutnya sangat memungkinkan berdasarkan kondisi geologi lokasi munculnya semburan yang berada pada Kipas Aluvium dan tersusun atas lempung, lanau, batu pasir, kerikil, dan kerakal.
"Batuan tersebut terbentuk oleh aktivitas sungai yang berasosiasi dengan rawa-rawa," kata Wafid.
Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan berencana akan melakukan kunjungan lapangan pada lokasi semburan tersebut untuk melakukan pengukuran sifat kimia-fisika di lapangan dan analisis hidrokimia di laboratorium.
Semburan air bercampur gas muncul di tengah permukiman warga di Kampung Leuwi Kotok, Desa Pasirlaja, Kecamagan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Rabu (11/10/2023). Semburan air itu muncul setelah ada pengeboran sumur bor sedalam 130 meter.