Kota Bogor (ANTARA) - Dari sekian kota di Indonesia, Kota Bogor, Jaws Barat, menjadi salah satu sorotan mengenai isu toleransi, HAM, dan plularisme yang berkembang setidaknya 17 tahun ini, baik positif maupun yang bisa dinilai negatif.
Bukan hanya konsumsi di dalam negeri, isu toleransi dari kota hujan ini, bahkan ramai menjadi perbincangan masyarakat di luar negeri.
Kota Bogor yang memiliki kawasan pecinan di sekitar Jalan Suryakencana dikenal baik mampu merawat plularisme. Masyarakat keturunan Tionghoa dan warga lain berbaur dengan harmonis, tanpa sekat.
Di kawasan Suryakencana, terdapat masjid, klenteng, vihara dan gereja, sehingga menjadi objek penelitian.
Pada Selasa, 11 Okober 2022, Pemerintah Kota Bogor berkolaborasi dengan Universitas Katolik Parahyangan berencana melakukan riset di Kampung Labirin, Kebon Jukut, Kelurahan Babakanpasar, Kecamatan Bogor Timur, yang kondisi pluralismenya terjaga cukup lama untuk dikembangkan di daerah lain.
Namun di sisi lain, isu konflik pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pengadilan pos Bogor Barat yang sebelumnya dikenal GKI Yasmin, selama 15 tahun mencuat, hingga menjadi perbincangan hangat masyarakat, termasuk di luar negeri.
Hingga akhirnya, konflik berakhir dengan peranan Pemerintah Kota Bogor di bawah kepemimpinan Bima Arya dan Dedie Abdul Rachim sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor dua tahun silam, sukses mendapatkan titik temu untuk mewujudkan toleransi beragama.
Rupaya, konflik pembangunan gereja di Jalan KH Abdullah bin Nuh, Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat, memerlukan intervensi pemerintah pusat. Bima Arya, diungkap Mendagri Muhammad Tito Karnavian rajin mengomunikasikan persoalan itu dengan pemerintah pusat.
Tantangan merawat toleransi di Kota Bogor
Oleh Linna Susanti Selasa, 11 April 2023 13:00 WIB