Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan kekeringan adalah dampak nyata perubahan iklim yang terjadi secara global tidak hanya di negara-negara maju saja melainkan juga negara-negara berkembang.
"Dampak kekeringan berakibat juga terjadinya krisis air yang merata baik di negara maju ataupun di negara berkembang," ujarnya dalam Forum Merdeka Barat 9 tentang kelestarian air yang dipantau di Jakarta, Senin.
Dwikorita menuturkan ketangguhan nasional penting untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim tersebut karena sudah tidak bisa bergantung kepada negara lain yang juga mengalami hal serupa.
Menurut dia, Indonesia harus bisa memaksimalkan dan mengoptimalkan sumber daya air melalui pembangunan bendungan, waduk, dan irigasi untuk memitigasi kekeringan.
"Itu sangat penting untuk ketangguhan, ketahanan atau climate resilience secara nasional karena dampaknya itu kepada ketahanan pangan atau food security," kata Dwikorita.
Lebih lanjut ia menyampaikan krisis air yang berimbas terhadap krisis pangan diprediksi terjadi sekitar tahun 2050-an. Kondisi itu terjadi merata terutama di Afrika, bahkan Indonesia, Eropa, dan Asia juga termasuk.
Dalam situasi tersebut, Indonesia tidak bisa mengharapkan impor dari negara lain karena negara lain juga kesulitan pangan akibat dampak kekeringan, sehingga ketangguhan nasional dengan pembangunan infrastruktur untuk mengelola tata air sangat penting bagi Indonesia.
"Jadi ini sesuatu yang global, namun akan berdampak lokal," imbuh Dwikorita.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan pembangunan infrastruktur penampungan air skala besar untuk menghadapi ancaman kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Kekeringan dampak nyata perubahan iklim, sebut Kepala BMKG
Senin, 20 Februari 2023 16:17 WIB