Festival Cap Go Meh di Indonesia diadakan sebagai penutup perayaan tahun baru. Di banyak daerah, perayaan ini diisi atraksi permainan naga dan barongsai. Juga ada karnaval kendaraan berhias lampion atau bentuk event lainnya sesuai kekhasan di daerah setempat.
Mengenai adanya tatung atau lauya yang kerasukan roh leluhur, muncul dalam versi lain cerita rakyat, yakni saat Dinasti Tung Zhou sekitar tahun 770 SM-256 SM.
Ketika itu, para petani memasang lampion di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang perusak tanaman. Kemudian ditambahi dengan segala bunyi-bunyian, bermain barongsai, dan arak-arakan tatung sebagai tolak bala serta supaya lebih ramai.
Kepercayaan dan tradisi budaya itu, berlanjut dan berkembang terus baik di daratan Tiongkok maupun di perantauan di seluruh dunia, sesuai kondisi dan situasi di negara masing-masing, hingga ke Indonesia.
Tatung di Singkawang
Kota Singkawang dimana masih banyak warga etnis Tionghoa yang kental dengan tradisi leluhur, menyambut Festival Cap Go Meh dengan penampilan para tatung.
Tatung melakukan ritual "cuci jalan" pada hari ke-14 Imlek. Cuci jalan artinya membersihkan jalan dari roh-roh jahat agar kota itu aman selama setahun ke depan. Ritual cuci jalan dimulai dengan persiapan di kelenteng saat pagi setelah matahari terbit sekitar pukul 05.30 WIB.
Persiapan di kelenteng atau pekong selesai ditandai dengan seorang dukun yang semula sadar, kemudian sudah kerasukan roh leluhur, tandu pembawa siap dengan pemikulnya, maka arak-arakan tatung dapat dilakukan.
Arak-arakan tatung keliling kota membersihkan jalan berlangsung hingga tengah hari. Kemudian berlanjut pada malam hari menjelang hari ke lima belas Imlek.
Tatung, keunikan perayaam Cap Go Meh di Singkawang
Oleh Nurul Hayat Minggu, 5 Februari 2023 16:10 WIB