Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Deddy Priatmodjo Koesrindartoto mengatakan perang antara Rusia dengan Ukraina yang jadi penyebab resesi global pada 2023, namun resesi itu sendiri diprediksi tidak akan berdampak langsung secara ekstrem kepada Indonesia.
"Alasannya, Indonesia tidak bergantung pada komoditas yang berasal dari negara yang sedang berperang itu," kata Deddy Priatmodjo Koesrindartoto dalam keterangan tertulis Humas SBM ITB, Sabtu.
Deddy mengatakan negara-negara di Eropa dan sekitarnyalah yang akan merasakan dampak langsung konflik Rusia-Ukraina karena ketergantungannya pada komoditas penting seperti gas dan gandum.
Perang kedua negara tersebut akan mengakibatkan rantai pasok global terhadap sejumlah komoditas penting dunia terganggu bahkan terhenti.
"Di Indonesia, permintaan kebutuhan energi dalam negeri masih bisa dipenuhi dengan rantai pasok yang ada dan tidak terdampak langsung oleh perang Rusia dan Ukraina, meski dampak kenaikan harga energi juga turut dirasakan karena kenaikan harga minyak dunia. Sementara itu, krisis komoditas pangan yang terjadi pada gandum, tidak berdampak ekstrem karena memang bukan makanan pokok Indonesia," ujar Deddy.
Ia mengatakan saat ini, kondisi ekenomi Indonesia pun relatif kuat, ditunjukkan dengan kondisi pasar modal Indonesia yang banyak dana asing masuk (capital inflow), investasi luar negeri, Foreign Direct Investment (FDI) yang stabil, dan iklim investasi yang tetap berstatus investment grade.
Ditopang dengan kebijakan aktif fiskal dan moneter yang dirasa sinergis, diharapkan efek resesi dan krisis global tidak terlalu ekstrem.