Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) RI menyayangkan dan menyesalkan langkah Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang meresmikan Gedung Dakwah Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) beberapa waktu lalu.
"Menurut saya, bukan pada tempatnya Wali Kota memfasilitasi bahkan mendukung pandangan dan sikap yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama. Posisi negara harusnya memoderasi," kata Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama Nuruzzaman melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Bib Zaman, sapaan akrabnya, organisasi masyarakat dan paham keyakinan yang secara terang-terangan menebarkan kebencian jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran agama.
Negara tidak semestinya memberikan dukungan, akan tetapi lebih kepada memoderasi cara berpikir, sikap dan praktik keberagamaanya, katanya lagi.
Ia menjelaskan relasi Suni dan Syiah perlu disikapi secara arif. Organisasi Konferensi Islam (OKI) sendiri menyatakan bahwa Syiah adalah bagian dari Islam. Bahkan, Grand Syekh Al Azhar Prof Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb mengatakan bahwa umat Islam yang berakidah ahlussunah bersaudara dengan umat Islam dari golongan Syiah.
"Suni dan Syiah adalah saudara. Itu pernah ditegaskan oleh Syekh Ath-Thayyeb saat bertemu para tokoh dan cendekiawan Muslim di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2016," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Syekh Ath-Thayyeb mengatakan bahwa Islam mempunyai definisi yang jelas yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW utusan Allah, menegakkan salat, berpuasa, berzakat, dan beribadah haji bagi yang mampu.Mereka yang melaksanakan lima hal pokok tersebut maka dia Muslim, kecuali mereka yang mendustakan. Bahkan, Grand Syekh menilai tidak ada masalah prinsip yang menyebabkan kaum Syiah keluar dari Islam.
"Saya menyesalkan langkah Wali Kota Bandung. Negara harus merajut keragaman masyarakat agar dapat hidup rukun dan damai," ujar dia.
Terhadap perbedaan pandangan baik di internal agama maupun antaragama, posisi negara adalah memoderasi, memfasilitasi dialog agar kerukunan tetap terjaga, ujarnya.
Pelatihan warga mantan Syiah
Sementara itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, Madura, Jawa Timur memberikan pelatihan membuat olahan makanan kepada mantan pengikut aliran Islam Syiah yang kini telah ke kampung halamannya di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu`uran, Kecamatan Karang Penang.
Menurut Kepala Bidang Koperasi pada Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Pemkab Sampang Kurnia Sufartina di Sampang, Rabu, pelatihan itu sebagai upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi warga setelah kembali ke kampung halamannya di Sampang.
"Sebab, meski mereka ini merupakan warga asli, akan tetapi saat ini mereka seperti memulai hidup baru. Karena itu, Pemkab Sampang mendorong mereka memiliki keterampilan sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi mereka," katanya.
Pelatihan kepada warga korban konflik sosial ini rencana secara bertahap dan menyasar semua keluarga mantan pengikut aliran Islam Syiah."Saat ini khusus untuk mantan pengikut Islam Syiah di Desa Blu’uran Kecamatan Karang Penang, dan selanjutnya kepada warga lainnya secara bertahap," katanya.
Menurut dia kegiatan ini juga sebagai tindak lanjut dari upaya pembinaan yang dilakukan Pemkab Sampang.
Pada pelatihan perdana ini, warga diajari mengolah makanan dari ubi-ubian menjadi kripik dan beragam jenis makanan ringan lainnya.
"Selain karena atas permintaan warga, pelatihan mengolah makanan dari ubi-ubian ini juga karena potensi jenis makanan tersebut banyak di lokasi setempat," katanya.
Ia menjelaskan, selanjutnya Pemkab Sampang akan memberikan pendampingan tentang teknik pemasaran dan pengurusan izin usaha, sehingga jenis usaha warga legal dan bisa dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman modal usaha kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya.
Konflik antara Syiah dan Sunni telah berakhir damai, setelah semua pengikut Syiah berbaiat untuk kembali memeluk ajaran Islam Sunni pada November 2020.
Konflik bernuansa SARA antara Syiah dan Sunni di Sampang, Madura, Jawa Timur itu terjadi pada tahun 2012 hingga akhirnya para korban ini diungsikan di Rusunawa, Jemondo, Sidoarjo, Jawa Timur.
Komunitas Syiah Sampang ini diusir dari kampung halaman mereka di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu`uran, Kecamatan Karang Penang, Sampang oleh sekelompok massa anti-syiah, lantaran berbeda paham dengan mayoritas penganut Islam di wilayah itu.
Sebelum diungsikan ke Sidoarja, korban penyerangan kelompok anti-Syiah ini terlebih dahulu diungsikan oleh Pemkab Sampang ke Gedung Olahraga (GOR) Wijaya Kusuma.
Atas desakan kelompok mayoritas, maka pada 20 Juni 2013, kelompok Islam Syiah ini akhirnya dipindah ke Rusunawa, Jemondo, Sidoarjo, Jawa Timur.
Pemerintah Kabupaten Sampang sebelumnya menyatakan, pengungsian kelompok Islam minoritas di Sampang ke Sidoarjo itu, hanya sementara, namun baru teratasi pada April 2022 setelah sebelumnya kelompok ini berbaiat untuk kembali ke ajaran Islam Sunni.