Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Karnain Asyhar, di Kota Bogor, Senin, mengatakan penambahan SD dan SMP negeri terpadu diperlukan untuk mengejar kekurangan 10 sekolah dari 30 sekolah yang dibutuhkan untuk menampung lebih banyak siswa-siswi di sekolah negeri.
“Sejauh ini kan rencana penambahan sekolah baru hanya satu unit saja di Kayumanis. Nah kami meminta agar ada penambahan dua unit lagi selain Kayumanis,” ujar Karnain.
Menurutnya, selain jangka pendek dengan perbaikan sekolah yang rusak, DPRD berharap jumlah pembangunan SD dan SMP negeri baru tahun ini diperbanyak akan lebih cepat memberi solusi kepada masyarakat untuk dapat lebih banyak belajar di sekolah negeri.
DPRD Kota Bogor, kata Karnain, mendorong penambahan dua sekolah SD dan SMP negeri terpadu dimasukkan ke dalam perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor tahun 2022.
Sebelumnya Komisi IV DPRD Kota Bogor juga menyebutkan hingga tahun 2022 ini terdapat lebih kurang 200 bangunan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Bogor membutuhkan perbaikan.
Dari ratusan sekolah rusak itu, dua di antaranya roboh pada akhir tahun 2021 hingga awal 2022. Pada Kamis (16/9/2021) atap dua bangunan ruang kelas sekolah SDN Otista di Jalan Otista 78, Kecamatan Bogor Tengah ambruk dan sejumlah bagian bangunan lain di sekolah tampak telah rapuh.
Kemudian pada Senin (28/3) SDN Ciheulet 1 dan 2 di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur terdapat dua kelas ambruk dua ruang kelas lain di sampingnya rusak berat.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Said Muhammad Mohan menambahkan, selain banyak sekolah rusak dan jumlah kebutuhan SD dan SMP negeri yang belum tercukupi, sebaran sekolah yang ada pun belum merata.
Mohan yang merupakan anggota panitia khusus (Pansus) RPJMD tahun 2022 Kota Bogor menilai pembangunan sekolah tingkat dasar dan menengah pertama baru akan membantu memberi lebih dekat anak-anak bersekolah.
"Kan sebaran sekolahnya kurang banyak, kita minta tambahan sekolah baru. Di RPJMD (yang berjalan) itu satu unit, pasti yang di Kayumanis. Nah kita tidak sepakat, waktu itu ketua pansusnya menyatakan bahwa ini tidak bisa (perlu ditambah),” kata Mohan.
Mohan menerangkan bahwa Bappeda Kota Bogor sudah sepakat terkait penambahan jumlah unit sekolah baru.
Ia pun mengungkapkan bahwa kajian pendidikan dan sebaran sekolah sudah ada dan sudah selesai dilakukan oleh Bappeda Kota Bogor dengan hasil yang menjelaskan bahwa di Kota Bogor perlu ada 30 unit sekolah, sedangkan jumlah sekolah saat ini baru 20 unit.
Mohan pun meminta hasil kajian tersebut dipertimbangkan dalam perubahan RPJMD Kota Bogor tahun ini.
“Untuk dua unit sekolah baru kata mereka (Pemkot) tahun in selesai. Makanya kita dorong agar dua unit baru ini bisa diekspose saat perubahan APBD 2022 nanti,” katanya.
Gaji guru
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Atang Trisnanto minta Dinas Pendidikan setempat segera membayar gaji 486 orang guru honorer tingkat SD dan SMP yang tertunggak selama tiga bulan karena terkendala soal administrasi.
Atang Trisnanto saat rapat dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Hanafi bersama jajarannya dan anggota dewan di Gedung DPRD setempat, Rabu, menekankan pembayaran harus secepatnya dilakukan mengingat kebutuhan masyarakat saat ini cukup tinggi, sehingga akan terasa sulit jika gaji belum diterima.
“Kami minta akhir pekan ini bisa diselesaikan. Tahapan sudah di BKAD, untuk itu segera proses adminsitrasinya dan upayakan Jumat besok atau maksimal Senin depan sudah pencairan. Kasihan para guru honorer kita. Mereka sudah bekerja maksimal, tapi tiga bulan belum gajian," ujarnya. Atang meminta penjelasan masalah administrasi yang dihadapi Dinas Pendidikan, sehingga menunda gaji guru honorer, padahal dana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi menjelaskan bahwa pembayaran gaji guru honorer yang bersumber dari BOS APBN belum dibayar, karena petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru turun pada pertengahan Februari 2022.
“Kami baru bisa melakukan sosialisasi, bimtek kepala sekolah, serta proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) di tingkat sekolah setelah juklak dan juknis dari Kemendagri keluar. Setelah RKAS selesai, baru memasukkan data ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD). Insya Allah tahapan tersebut sudah kami upayakan diselesaikan semaksimal mungkin,”katas Hanafi.
Atas kondisi ini, Atang berharap kasus seperti ini tidak terjadi lagi, sehingga berdasarkan hasil rapat tersebut disiapkan dua skenario penggunaan BOS APBN untuk tahun selanjutnya.
Atang Trisnanto saat rapat dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Hanafi bersama jajarannya dan anggota dewan di Gedung DPRD setempat, Rabu, menekankan pembayaran harus secepatnya dilakukan mengingat kebutuhan masyarakat saat ini cukup tinggi, sehingga akan terasa sulit jika gaji belum diterima.
“Kami minta akhir pekan ini bisa diselesaikan. Tahapan sudah di BKAD, untuk itu segera proses adminsitrasinya dan upayakan Jumat besok atau maksimal Senin depan sudah pencairan. Kasihan para guru honorer kita. Mereka sudah bekerja maksimal, tapi tiga bulan belum gajian," ujarnya. Atang meminta penjelasan masalah administrasi yang dihadapi Dinas Pendidikan, sehingga menunda gaji guru honorer, padahal dana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi menjelaskan bahwa pembayaran gaji guru honorer yang bersumber dari BOS APBN belum dibayar, karena petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru turun pada pertengahan Februari 2022.
“Kami baru bisa melakukan sosialisasi, bimtek kepala sekolah, serta proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) di tingkat sekolah setelah juklak dan juknis dari Kemendagri keluar. Setelah RKAS selesai, baru memasukkan data ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD). Insya Allah tahapan tersebut sudah kami upayakan diselesaikan semaksimal mungkin,”katas Hanafi.
Atas kondisi ini, Atang berharap kasus seperti ini tidak terjadi lagi, sehingga berdasarkan hasil rapat tersebut disiapkan dua skenario penggunaan BOS APBN untuk tahun selanjutnya.