Awalnya agak sulit, bahkan tak ada satu pun warga Hanoi yang singgah ke restorannya. Pengunjung hanya didominasi warga asing yang merupakan pemburu masakan halal, seperti asal Malaysia dan sejumlah negara muslim lainnya.
Namun, seiring waktu, pengunjung semakin beragam hingga mereka yang berasal dari Jepang dan Korea. Lebih membanggakan lagi, kini restoran ini mulai banyak dikunjungi warga lokal.
Untuk menggaet minat warga lokal, Yudi harus meracik beberapa bumbu yang levelnya harus diturunkan sedikit dari cita rasa asli Indonesia. Terkadang ia harus membuat sendiri kecap manis karena keinginan Hanoi memang berbeda.
Demi menjaga cita rasa Indonesia, sejumlah bumbu didatangkan langsung dari Indonesia seperti kapulaga, jinten dan kemiri. Bukan karena harga yang lebih murah, terkadang sulit mendapatkannya di Vietnam. Jika pun ada harganya terbilang mahal seperti kapulaga.
Dalam satu hari, bersama empat orang asistennya, Chef Yudi mampu menyediakan 200 menu makanan, termasuk juga menyediakan beberapa menu khusus asal negara Jepang, Korea dan Prancis.
“Yang paling disukai di sini itu nasi goreng, mie goreng, rendang, sop iga, dan gado gado. Untuk rendang, jangan dibilang bakal sama dengan rasanya di Indonesia karena sudah saya modifikasi sedikit,” kata pria asal Betawi-Bugis yang juga pernah bekerja di salah satu restoran India di Kota Brabat.
Pemilik Restoran Batavia, Nurlaela Hera mengatakan daya tarik utama dari restorannya itu terletak pada label halal itu. Hingga kini masih sulit dijumpai restoran halal di Hanoi karena untuk mendapatkannya harus diverifikasi oleh otoritas muslim setempat.
Menyambangi restoran Indonesia di Hanoi Vietnam
Sabtu, 14 Mei 2022 18:07 WIB