Jakarta (ANTARA) - Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama menyebut Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang telah memberikan ruang pengakuan terhadap pendidikan berbasis keagamaan, seperti pesantren maupun madrasah.
“Ini merupakan salah satu upaya untuk menciptakan anak-anak bangsa yang berkualitas,” ujar Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, Muhammad Ali Ramdhani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
Dia menambahkan RUU Sisdiknas memberikan pengakuan terhadap pesantren maupun madrasah. Bahkan, varian-varian pesantren seperti satuan pendidikan muadalah, bahkan pendidikan pesantren salafiyah memperoleh pengakuan berdasarkan standar pendidikan nasional.
“Jadi, ada asumsi yang baik memandang lembaga pendidikan itu memiliki hasrat menciptakan anak-anak bangsa yang baik. Tidak kemudian disetarakan dengan pendidikan formal, tetapi berbasis kepada standar pendidikan nasional,” kata Ali.
Ali menambahkan terbukanya ruang bagi pendidikan berbasis keagamaan yang diakomodasi RUU Sisdiknas juga mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Di beberapa komunitas, hal tersebut dinilai sebagai salah satu jalur untuk memberikan upaya-upaya terbaik bagi seluruh warga negara.
Apabila berbicara pesantren, meskipun secara sarana dan prasarana belum memadai, pesantren memiliki pencapaian pembelajaran yang luar biasa.
Ali menjelaskan sejarah mencatat bahwa banyak alumni pesantren menduduki seluruh strata kepemimpinan negara. Beberapa contohnya adalah Presiden Indonesia ke-4 KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden KH Ma’aruf Amin
"Apalagi kalau diberi rekognisi. Misalnya, dia boleh nyantri selama enam tahun dan ketika keluar diukur berdasarkan standar pendidikan nasional, maka berada pada grade yang mana, itu merupakan salah satu jembatan ketika insan-insan manusia yang berada pada ruang pembelajaran khas memperoleh tempat pada sektor pekerjaan formal,” kata Ali.
RUU Sisdiknas juga telah membuka ruang kolaborasi antara sekolah dan madrasah. Menurut dia, saat ini tidak boleh ada lagi menciptakan iklim persaingan antara sekolah dan madrasah. Sebab, musuh bersama adalah kebodohan.
“Mari menciptakan ekosistem pendidikan yang kemudian oleh undang-undang dibaca sebagai roh gotong-royong dalam membangun sistem pendidikan. Roh gotong-royong menjadi hal yang substantif di dalam undang-undang ini,” kata dia.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menambahkan RUU Sisdiknas memberikan akses kesempatan untuk berpindah jalur. Dari jalur pesantren ke non-pesantren. Untuk itu, pesantren diatur secara prinsip di dalam RUU Sisdiknas. Hal itu memberikan kerangka integrasi antara pesantren dan sistem pendidikan nasional.
“Kami ingin membangun sistem yang menjamin, bukan hanya kemungkinan untuk multientry dan multiexit, tetapi jalur-jalurnya itu bersifat majemuk. Jadi, (jalur-jalur pendidikan) bukan untuk mengkotak-kotakkan, tapi untuk membangun jembatan,” kata Anindito.