"Apalagi kalau diberi rekognisi. Misalnya, dia boleh nyantri selama enam tahun dan ketika keluar diukur berdasarkan standar pendidikan nasional, maka berada pada grade yang mana, itu merupakan salah satu jembatan ketika insan-insan manusia yang berada pada ruang pembelajaran khas memperoleh tempat pada sektor pekerjaan formal,” kata Ali.
RUU Sisdiknas juga telah membuka ruang kolaborasi antara sekolah dan madrasah. Menurut dia, saat ini tidak boleh ada lagi menciptakan iklim persaingan antara sekolah dan madrasah. Sebab, musuh bersama adalah kebodohan.
“Mari menciptakan ekosistem pendidikan yang kemudian oleh undang-undang dibaca sebagai roh gotong-royong dalam membangun sistem pendidikan. Roh gotong-royong menjadi hal yang substantif di dalam undang-undang ini,” kata dia.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menambahkan RUU Sisdiknas memberikan akses kesempatan untuk berpindah jalur. Dari jalur pesantren ke non-pesantren. Untuk itu, pesantren diatur secara prinsip di dalam RUU Sisdiknas. Hal itu memberikan kerangka integrasi antara pesantren dan sistem pendidikan nasional.
“Kami ingin membangun sistem yang menjamin, bukan hanya kemungkinan untuk multientry dan multiexit, tetapi jalur-jalurnya itu bersifat majemuk. Jadi, (jalur-jalur pendidikan) bukan untuk mengkotak-kotakkan, tapi untuk membangun jembatan,” kata Anindito.