"Ada yang berhasil, distributor ada stok tapi dicicil, ada juga yang tidak ada sama sekali. Ada stok, tapi setelah dua tiga hari habis, tidak ada lagi, sementara PO itu lama. Jadi harus benar-benar diselidiki apakah betul produsen sudah mengeluarkan suplai. Kalau sudah mentoknya di distributor yang mana," ujarnya.
Iendra juga mengkritisi sikap konsumen yang memiliki kecenderungan panic buying dengan membeli minyak goreng melebihi kebutuhan.
Menurut dia, persoalan ini dikeluhkan oleh pihak ritel, di mana ketika suplai mulai lancar, minyak goreng bisa langsung habis dalam hitungan jam.
Baca juga: Anggota DPR desak pemerintah hentikan sementara ekspor CPO, untuk stabilkan minyak goreng
"Isunya itu, jadi ada miss informasi antara produsen dan kondisi di lapangan, kontinuitas pasokan tidak terjaga, ketiga isu pemerataan distribusi dan pengaruh pada harga," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan Disperindag Jabar sendiri sudah mewacanakan untuk langsung menjual minyak goreng ke tingkat RT sebagai jalan keluar yang lebih efektif untuk menekan kelangkaan minyak goreng.
Saat ini, kata Iendra, pihaknya tengah meminta kepastian dari Kemendag agar wacana ini bisa terealisasi terutama urusan suplai.
Baca juga: Polresta Bandung tangkap penjual minyak goreng fiktif
Baca juga: Pemkab Subang ajak BUMD dan Bulog ikut jaga stok minyak goreng