Garut (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyiapkan anggaran sebesar Rp500 juta pada tahun anggaran 2022 untuk menyukseskan program mencegah perkawinan di bawah umur yang selama ini menjadi sumber berbagai persoalan sosial apabila tidak diantisipasi sejak dini.
"Ini adalah penting, oleh sebab itu kami menganggarkan Rp500 juta di APBD 2022 untuk mendukung program yang berhubungan dengan adanya peningkatan kualitas perkawinan," kata Bupati Garut Rudy Gunawan saat rapat bersama dengan pemangku kepentingan secara virtual bertemakan "Strategi Terpadu Optimalisasi Pencegahan Kawin Bawah Umur (Stop Kabur) Tingkat Kabupaten Garut di Garut, Rabu.
Bupati mengapresiasi adanya program yang diberikan "Stop Kabur" yang digagas oleh Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Garut untuk mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur.
Dukungan Pemkab Garut, kata dia, salah satunya siap mengalokasikan anggaran sebesar Rp500 juta untuk mengoptimalkan jalannya program tersebut.
Menurut dia perkawinan merupakan hal penting yang harus dipersiapkan secara matang dan terencana untuk mewujudkan keluarga yang bahagia lahir dan batin serta mencegah munculnya permasalahan kesehatan maupun ekonomi.
"Karena dengan sisi ekonomi dan perencanaan yang lebih baik maka perkawinannya akan lebih matang," katanya.
Kepala Dinas PPKBP3A Kabupaten Garut Yayan Waryana menambahkan program tersebut untuk meningkatkan kualitas keluarga serta mengurangi angka pernikahan usia dini atau bawah umur di Garut.
Ia menjelaskan perkawinan di bawah umur akan mengakibatkan beberapa persoalan seperti sosial, mental, kesehatan, ekonomi, pendidikan, rapuhnya ketahanan keluarga seperti ketidakharmonisan, rawan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perdagangan manusia dan perceraian.
Selain itu, lanjut dia, memiliki risiko terjadinya kelahiran anak yang tumbuh kerdil, menjadi penyebab naiknya angka kematian ibu, maupun angka kematian bayi di Garut.
"Stop Kabur sebagai upaya strategis yang memadukan semua kekuatan dan peluang stakeholders internal, maupun stakeholders eksternal dalam menyikapi dan menyiasati multi efek negatif yang diakibatkan oleh perkawinan di bawah umur," katanya.
Baca juga: Pandemi picu kasus putus sekolah dan perkawinan anak
Baca juga: Menteri PPPA sebut perkawinan anak berisiko tinggi terhadap kemiskinan
Baca juga: Menteri PPPA tegaskan perkawinan anak harus dihentikan