Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan adanya
pernyataan terkait varian Delta memiliki kemampuan menular saat berpapasan dengan penderita perlu dibuktikan dengan penelitian ilmiah.
"Varian Delta bisa menular hanya dengan berpapasan Itu sesuai sambutan seorang tokoh. Tentu akan baik kalau lalu diikuti dengan penelitian ilmiah pula," katanya saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis pagi.
Tjandra mengatakan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 telah diumumkan kepada publik bahwa memiliki kemampuan menular melalui percakapan maupun embusan napas.
"Memang pada dasarnya COVID-19 sejak varian awal kan dapat saja menular melalui bernyanyi keras dan lainnya. Sudah pernah ada dulu sebelum ada varian-varian baru terjadi 'outbreak' COVID-19 pada peserta paduan suara di Amerika," katanya.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu menambahkan varian Delta memang terbukti meningkatkan penularan dengan jeda waktu penggandaan virus di dalam tubuh seorang pasien berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari.
"Data yang dikumpulkan WHO sampai 8 Juni 2021 menunjukkan dampak Delta membuat penyakit menjadi lebih berat dan parah bahkan menyebabkan kematian masih belum terkonfirmasi," katanya.
Namun ada pula laporan varian Delta memicu peningkatan perawatan rawat inap di rumah sakit. Di sisi lain, memang ada beberapa laporan yang membahas tentang kemungkinan lebih beratnya penyakit yang ditimbulkan varian ini, kata Tjandra.
Baca juga: Vaksin AstraZeneca, Pfizer efektif melawan COVID-19 varian Delta?
Baca juga: Kemenkes sebut varian Delta cenderung infeksi pasien usia 18 tahun ke bawah
Baca juga: LIPI temukan varian Delta India pada pasien COVID-19 di Karawang