Jakarta (ANTARA) - Sepuluh wali kota yang menjadi percontohan Proyek Kota Berketahanan Iklim dan Inklusif (Climate Resilient and Inclusive Cities/CRIC) menandatangani komitmen terkait perubahan iklim.
Kota-kota itu adalah Bandar Lampung, Samarinda, Ternate, Mataram, Banjarmasin, Pekanbaru, Pangkalpinang, Cirebon, Kupang dan Gorontalo yang dikoordinasikan oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC).
"Program kota percontohan ini diharapkan dapat mendorong pemangku kepentingan khususnya pemerintah kota dalam melakukan replikasi, karena kita memakai 10 kota percontohan ini untuk 'upscalling' atau 'replication' bukan hanya di Indonesia saja tapi dengan network UCLG bisa di-upscale di luar Indonesia juga," kata Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi dalam acara virtual yang dipantau dari Jakarta, Senin.
CRIC adalah proyek lima tahun yang terdiri dari tiga pilar merepresentasikan produksi dan pertukaran pengetahuan, rencana aksi lokal untuk kota berketahanan iklim dan inklusif serta komunikasi dan pengembangan kapasitas.
Proyek itu berkontribusi pada pembangunan perkotaan terpadu yang berkelanjutan, tata kelola yang baik, dan adaptasi serta mitigasi iklim melalui kemitraan jangka panjang, serta sarana seperti rencana aksi lokal yang berkelanjutan, alat peringatan dini, kualitas udara, dan pengelolaan limbah melalui konsultasi dengan panel para ahli.
Dalam kesempatan tersebut Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sri Tantri Arundhati menegaskan peran penting pemerintah daerah sebagai ujung tombak melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim yang sedang terjadi.
"Karena perubahan iklim ini berdampak langsung kepada masyarakat di tingkat lokal," ujar Tantri.
Baca juga: 122 juta orang terancam miskin akibat perubahan iklim, ungkap ADB
Baca juga: COVID-19 momentum wujudkan bumi berketahanan perubahan iklim