Depok (ANTARA) - Center for Sustainable Infrastucture Development (CSID) Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menyelenggarakan webinar dengan tema 'Solve Climate By 2030 Webinar'.
Rektor UI Prof. Ari Kuncoro dalam keterangannya, Rabu, mengapresiasi inisiatif CSID FTUI atas terselenggaranya webinar ini dan berharap sivitas akademika UI dapat aktif mengambil bagian dalam mengantisipasi dan mengatasi permasalahan perubahan iklim di lingkungan sekitar.
"Saya mewakili UI turut mendorong pembahasan mengenai iklim dan lingkungan di kelas-kelas perkuliahan dalam rangka meningkatkan kesadaran generasi muda dengan isu ini, ini merupakan bagian dari komitmen UI dalam melakukan kampanye #MakeaClimateAClass," ujarnya.
Webinar ini merupakan inisiatif CSID FTUI yang diprakarsai oleh Center for Environmental Policy di Bard College New York dengan dukungan dari The Open Society Society University Network untuk membantu meningkatkan kesadaran tentang iklim kritis dengan memfokuskan pelajar Indonesia pada solusi lokal yang layak dan ambisius dengan mengadakan webinar dialog iklim.
Tema ini diangkat atas dorongan untuk mengantisipasi perubahan iklim dengan tiga sub tema, yakni Pemulihan Ekonomi Hijau, Solusi Iklim, dan Transisi yang Adil dalam konteks lokal.
Narasumber pada webinar ini adalah Ir. Bambang Susantono, MCP, MSCE, Ph.D (Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development of the Asian Development Bank (ADB), Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc (Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI), Yuyun Harmono (Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)), dan Galang Prakasa Yusuf Putra (Pendiri Energi Karya Indonesia).
Webinar tersebut dimoderatori oleh Mohammed Ali Berawi (Direktur Eksekutif CSID FTUI) dan drg. Baiduri Widanarko (Kepala Kantor Urusan Internasional).
Bambang Susantono memaparkan penelitian ADB tahun 2017 bersama Postdam Institute for Climate Impact Research, Jerman menjelaskan bahwa penelitian tersebut membuat model dampak terhadap ribuan manusia di Asia Pasifik sebagai akibat dari perubahan iklim.
Hasil penelitian menunjukkan jika perubahan iklim tidak dimitigasi, 50 persen hasil panen akan berkurang pada akhir abad ini terutama di negara penghasil beras, yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; sektor perikanan diperkirakan akan merugi sekitar 58 miliar dollar AS di paruh pertama abad ini karena perubahan biota laut; dan setiap tahun sebanyak 26.000 anak berusia di bawah 5 tahun meninggal akibat malnutrisi.
Bambang mengatakan ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk membatasi pemanasan global jauh di bawah 2°C, yaitu mengurangi emisi global secara signifikan pada tahun 2030 (32 GtCO2e lebih rendah dari sasaran Nationally Determined Contribution (NDC) saat ini, mencapai emisi net-zero pada pertengahan abad, dan mencapai emisi negatif bersih pada paruh kedua abad ini (2050-2100).
Dikatakannya ADB memiliki tiga program peningkatan ketahanan bencana, yang pertama dukungan ADB untuk meningkatkan kelestarian lingkungan, ketahanan terhadap bencana dan iklim, dan pengembangan sumber daya manusia (termasuk kesehatan dan kesetaraan gender).
Kedua, program ADB sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan terakhir ADB mendukung manajemen risiko bencana dan reformasi layanan kesehatan dan membantu mengelola risiko fiskal bencana di masa depan yang dipicu oleh bahaya alam dan pandemi.
Sementara itu, Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman mengatakan salah satu upaya nyata yang telah dilakukan KLHK adalah green recovery, yaitu mendukung masyarakat di tingkat tapak untuk melakukan ketahanan perubahan iklim melalui upaya adaptasi dan mitigasi.
Pada 2020, KLHK memiliki program livelihood, yaitu menanam 15.000 hektare tanaman mangrove, menjaga dan memperbaiki 76 Kawasan Hutan Gambut (KHG), melakukan tata batas kawasan gambut sepanjang 5.092 km, mendirikan center of excellence pengelolaan gambut, dan beberapa tahun ke depan akan membangun center for mangrove dengan melibatkan 3.014 masyarakat.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi dari lima sektor utama, yaitu forestry, nergy, industrial processes and product use (IPPU), agriculture, dan waste.
Program ini mengundang perguruan tinggi di 50 negara dari seluruh dunia untuk menjadi mitra, dimana setiap perguruan tinggi mitra diminta untuk mengadakan webinar terkait krisis iklim, dampaknya di negaranya, dan usulan solusi yang dapat diterapkan oleh Dr. Mohammed Ali Berawi.
Ia mengatakan bahwa acara ini adalah kesempatan bagus untuk memberikan optimistis realistis kepada mahasiswa tentang solusi iklim, seperti bagaimana Pemulihan Hijau yang ambisius berdasarkan tindakan regional dan lokal dapat menawarkan solusi untuk menyelesaikan perubahan iklim pada tahun 2030.
Ia berharap melalui webinar ini sivitas akademika UI mendapatkan pengetahuan baru untuk membantu melaksanakan Pemulihan Ekonomi Hijau, Solusi Iklim, dan Transisi yang Adil dalam konteks lokal.
Baca juga: UI tuan rumah acara tahunan bahas isu kesehatan global
Baca juga: UI dan PT Dow Indonesia berikan penghargaan Champion Plaswas
Baca juga: UI dan Merck dirikan laboratorium penelitian "life sciences"
CSID Universitas Indonesia gelar webinar 'Solve Climate By 2030'
Rabu, 14 April 2021 20:42 WIB