Jakarta (ANTARA) - Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University bersama Asean Forestry Students Association (AFSA) mengadakan Summer Course Forestry and Environmental 2020 dan Kongres AFSA 2020 pada 31 Oktober-15 November 2020 yang melibatkan 100 peserta dari 14 negara.
AFSA adalah organisasi kepemudaan yang didirikan pada 24 September 1993 lewat ASEAN Forestry Students Congress (AFSC) pertama di Bogor, menyusul ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara IPB dan Universiti Putra Malaysia (UPM) di Kuala Lumpur pada 27 Oktober 1991 serta IPB dan Kasetsart University di Bangkok pada 30 Oktober 1991.
Dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu, hari pertama AFSA 2020, yang dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi IPB University Prof Dodik Nurrochmat, digelar ASEAN Forestry Outlook yang membahas tentang kondisi kehutanan ASEAN saat ini dan masa depannya.
Selain itu dibahas juga tentang urgensi, dampak dan peran serta peluang pemuda untuk membangun kehutanan di regional Asia Tenggara.
Dalam kongres organisasi kepemudaan itu juga dilakukan pemilihan pengurus Badan Eksekutif AFSA dan organ lainnya yang menghasilkan keputusan Shania Ruth Diaz dari IPB University Indonesia sebagai Sekretaris Jenderal, Karl Fernandez sebagai Bendahara dan Joylyn Yu sebagai Direktur Infocenter, keduanya berasal dari University of the Philipinnes Los Banos (UPLB) Filipina.
Di kesempatan tersebut delegasi AFSA juga memberikan sejumlah rekomendasi yang disebut "Bogor Initiative" meliputi mengutamakan pembangunan perkebunan atau kegiatan ekonomi lainnya di hutan terdegradasi atau lahan tidak produktif, daripada mengkonversi hutan alam.
Selain itu, direkomendasikan juga peningkatan produktivitas hutan melalui satu izin berusaha pemanfaatan terpadu dari berbagai hasil hutan dan jasa ekosistem (multiusaha kehutanan) dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan hutan.
Direkomendasikan pula meningkatkan akses jalan untuk pasar dan harga hasil hutan yang lebih baik, daripada melarang atau membatasi akses jalan menuju dan di dalam kawasan hutan yang dapat memicu terjadinya konversi hutan menjadi penggunaan lain yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Terdapat juga usulan inisiatif memberikan harga premium yang lebih tinggi dan membuka lebih banyak pasar untuk produk kehutanan dan pertanian yang berkelanjutan, daripada memboikot perdagangan produk kehutanan dan pertanian dari negara tropis.
Ada juga rekomendasi menggunakan kayu dan bahan terbarukan lainnya, daripada menggunakan bahan dari sumber daya yang tidak terbarukan untuk substitusi produk.
Rekomendasi terakhir adalah menerapkan emisi per kapita sebagai indikator yang lebih adil dan berkelanjutan yang mencerminkan persamaan hak setiap individu di bumi untuk mengeluarkan emisi, daripada menggunakan indikator total emisi di suatu negara, yang sangat mungkin bias karena besarnya populasi suatu negara atau indikator emisi per PDB, yang bias terhadap pendapatan negara, untuk mengendalikan perubahan iklim.
Dalam sidang umum itu juga disetujui bahwa Kongres AFSA berikutnya akan diadakan di UPLB Filipina.
Dengan berakhirnya kongres tersebut, dan terbentuknya dewan eksekutif serta rencana kerja baru untuk tahun akan datang, diharapkan masa depan AFSA akan semakin cerah dan bersama mahasiswa kehutanan di ASEAN dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Asia Tenggara.
Baca juga: Fahutan IPB dorong integrasi dalam pengelolaan kehutanan
Baca juga: IPB Usulkan Pemetaan Keanekaragaman Hayati Indonesia