Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan program vaksinasi COVID-19 harus dikawal sebaik mungkin oleh seluruh pemangku kepentingan.
"Oleh karenanya, program vaksinasi COVID-19 ini harus dikawal sebaik mungkin oleh seluruh pemangku kepentingan, sehingga program ini dapat berjalan sesuai prosedur, dan juga dieksekusi agar masyarakat yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sudah sesuai dengan peraturan dari Badan POM," ujar Honesti Basyir dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
Pemerintah telah menetapkan sebanyak 170 juta jiwa, atau sekitar 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19. Indonesia memerlukan vaksin COVID-19 sebanyak 340 juta dosis dalam kurun waktu setahun.
Pengawalan harus dilakukan mulai dari uji klinis fase 3, produksi hingga distribusi dari Bio Farma, mulai tingkat provinsi sampai dengan tingkat puskesmas, termasuk tenaga kesehatan yang memberikan vaksin COVID-19 kepada masyarakat.
Direktur Registrasi Obat Badan POM Riska Andalusia mengatakan pihaknya memberikan apresiasi kepada tim peneliti uji klinis fase 3 dan tim Bio Farma, yang sudah menjalankan uji klinis fase 3 sesuai dengan rencana dan time line yang ketat.
"Badan POM sebagai regulator memiliki fungsi tidak hanya melakukan fungsi pengawasan saja,
tetapi kami juga berupaya untuk melakukan pendampingan, seperti inspeksi pada hari ini. Kami berharap juga, agar kegiatan uji klinis fase 3 ini, dilaksanakan sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB) dan validitas data dapat dipertanggungjawabkan," kata Riska.
Dia menambahkan sampai dengan saat ini, tidak ada laporan Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat atau serius diantara relawan- relawan vaksin COVID-19.
Hasil dari uji klinis itu, dapat menjadi data pendukung bagi Badan POM saat mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 yang akan diajukan oleh Bio Farma pada saat uji klinis fase 3 sudah berakhir. Nantinya, hasil dari uji klinis fase 3 yang ada di Bandung ini, akan digabungkan dengan hasil uji klinis fase 3 yang ada di negara lain seperti Brazil, Chille, Turki dan Bangladesh.
"Uji klinis fase 3 ini dilakukan multi center study atau dilakukan di banyak tempat. Hal ini berarti uji klinis tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, tetapi juga di empat negara lainnya yaitu Brazil, Chille, Turki dan Bangladesh. Dan hasil dari setiap uji klinis di lima negara tersebut, akan digabungkan dan dijadikan dasar sebagai pemberian izin untuk memproduksi vaksin Covid-19 di kemudian hari”, kata Riska.
Setelah uji klinis fase 3 selesai, vaksin COVID-19 itu akan diproduksi oleh Bio Farma, dan tentunya dalam proses produksi ini harus memenuhi aspek mutu atau kualitas, dan Bio Farma pun tetap akan berada di bawah pengawasan Badan POM untuk pemenuhan perarturan Cara Pembuatan Obat yang Baik.
"Tiga aspek tadi yakni khasiat, keamanan dan mutu, harus dipenuhi oleh Bio Farma, sebagai pendaftar vaksin COVID-19 untuk nanti dinyatakan layak atau tidak oleh Badan POM untuk diproduksi hingga distribusi," ujar Riska.
Selain itu, sebanyak 1.620 relawan telah mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.
Untuk menjaga dan menjamin kualitas vaksin Covid-19 mulai dari bahan baku dan lainnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan terbang ke Sinovac China untuk visit audit proses pengembangan dan produksi vaksin corona di fasilitas Sinovac di Beijing, China, termasuk LP POM MUI untuk melaksanakan audit halal.
BPOM juga akan memastikan fasilitas dan proses produksi Vaksin COVID-19 di Bio Farma memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)/Good Manufacturing Practice (GMP).
Saat ini, uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 masih berjalan di pekan kedua Bulan Oktober 2020.*
Baca juga: Bio Farma: 1.620 relawan tuntas dapatkan suntikan pertama vaksin COVID-19
Baca juga: Bio Farma dipercaya memproduksi vaksin COVID-19 oleh CEPI