Pontianak (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOm) Provinsi Kalimantan Barat, menyarankan kepada masyarakat yang mengklaim menemukan ramuan Formav-D untuk mengobati DBD dan COVID-19, agar mendaftarkannya ke BBPOM.
"Hingga saat ini produk itu (Formav-D) belum terdaftar di BBPOM, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku obat tradisional juga harus didaftarkan, apalagi produknya sudah berbentuk kapsul maka juga harus didaftarkan atau harus mengikuti aturan," kata Plt BBPOM Kalbar, Ketut Ayu Sarwutini di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, alasan didaftarkan ke BBPOM, selain untuk melihat apakah benar produk tersebut bermanfaat, juga untuk melihat keamanannya seperti apa, dan mutunya juga bisa dilihat, sementara itu pak Fachrul Lutfhi (peracik obat itu) tidak mau membukanya, karena menurut dia rahasia," ungkapnya.
Karena, menurut Ketut, dalam hal ini komposisinya harus diketahui, untuk dilakukan kajian, meskipun termasuk obat tradisional, contohnya tidak boleh masukkan golongan ganja atau lainnya dalam obat tersebut.
Baca juga: Jepang tingkatkan stok obat Avigan untuk layani dua juta orang
"Minimal dari awal formulanya seperti apa, tetapi dalam pertemuan tadi mengalami kebuntuan, karena menurut beliau (Lutfhi) rahasia sehingga mengalami kebuntuan di situ," ujarnya.
Menurut dia, pihaknya (BBPOM) cukup senang kalau ada masyarakat yang menemukan obat yang bisa menyembuhkan. "Senang sekali kalau memang ada, tetapi saran saya aturan harus diikuti, karena harus ada kajian, dan tidak boleh menurut asumsi, hal itu demi menjamin keamanan masyarakat," katanya.
Dalam hal ini, pihaknya kembalikan pada masyarakat. "Pihaknya sebagai pemerintah dalam hal ini, kalau ada yang menyatakan sembuh tidak cukup, tetapi apakah produk itu aman atau tidak," katanya.
Jangan, menurut dia, ada yang sembuh, tetapi menimbulkan dampak yang baru. Sehingga, pihaknya mendukung dan siap mengawal kemajuan usaha masyarakat itu. "Dalam situasi seperti ini, prosesnya akan dipercepat, asalkan semua persyaratan dipenuhi," katanya.
Sebelumnya, Fachrul Lutfhi, penemu Formav-D asal Kota Pontianak, mempersilahkan pihak terkait untuk mengujicobakan temuan yang selama ini ia gunakan sebagai obat bagi penderita demam berdarah dengue ke pasien positif ataupun suspect COVID-19 di Kalbar.
Baca juga: Peneliti Monash University temukan obat antiparasit bisa bunuh virus corona
"Di China sendiri, belum ada obat kimia untuk mengobati pasien COVID-19. Paramedis di China menggunakan obat tradisional bagi pasien COVID-19," katanya.
Menurut dia, selama belum ada obat untuk suatu penyakit, maka dapat menggunakan formula tertentu asalkan dari sisi jaminan kesehatan tidak bermasalah.
Ia melanjutkan, selama ini masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya sudah mengenal Formav-D untuk menyembuhkan pasien DBD dan tipes khususnya.
"Mungkin saja COVID-19 dengan Formav-D menjadi salah satu solusinya," kata Lutfi.
Baca juga: 74 negara berkolaborasi dalam upaya menemukan obat COVID-19
Lutfi bercerita, ia baru pulang dari Pulau Bali pada akhir Februari lalu setelah menginap selama lima hari.
Pada hari ketiga, ia mengalami demam lalu batuk-batuk disertai dahak yang kental berwarna hitam. Ia lalu minum Formav-D yang selalu dibawanya dan hasilnya ia tak lagi demam dan batuk.
Ia pun siap jika memang Formav-D tersebut akan digunakan untuk pasien suspect atau positif COVID-19.
Lutfi menemukan formulasi untuk Formav-D pada tahun 2006 secara tak sengaja. Pada tahun 2010 semakin banyak yang mengetahui Formav-D terutama untuk penyakit DBD dan tipes.
Baca juga: Komunitas Indonegri klaim temukan obat herbal ANTICOVID
BBPOM Kalbar sarankan penemu obat Formav-D daftarkan produknya
Senin, 6 April 2020 17:22 WIB