Bandung (ANTARA) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat meminta kepada warga untuk tidak belanja kebutuhan rumah tangga berlebihan seusai diumumkannya kebijakan penghentian kegiatan belajar mengajar selama dua pekan untuk mengantisipasi penyebaran wabah virus corona atau COVID-19.
"Kemarin saya keluar sekitar jam 10 karena ada info dari teman di Aprindo, khususnya Yogya swalayan cukup tinggi didatangi oleh pembeli. Jadi kemarin kami turunkan empat tim, turun ke swalayan yang ada di Bandung Raya," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Senin.
Dia mengatakan khusus di Yogya Supermarket, telah terjadi peningkatan konsumen yang datang dari 100 pengunjung menjadi 300 pengunjung sehingga pihaknya terus memantau peningkatan kedatangan konsumen tersebut guna memastikan kebutuhan apa saja yang dibeli.
“Kebutuhan pokok yang banyak dibeli bahan pokok beras, minyak, telur, dan gula, tapi kemarin saya sudah minta ke Aprindo manakala terjadi pembelian tidak wajar untuk dibatasi. Itu di beberapa gerai Yogya hanya tiga maksimal, misal minyak satu kilo satu kilo jadinya tiga kilo,” kata dia.
Dia mengatakan berdasarkan laporan tim, kata dia, peningkatan belanja konsumen ini tidak terjadi di jaringan Borma, Hypermart, Superindo dan bahkan dari laporan kabupaten/kota, tidak ada kejadian serupa seperti di Kota Bandung.
“Ke arah mau ke Bogor, Depok, perbatasan dengan Jakarta aman, kemudian yang ke timur juga aman tidak ada lonjakan untuk yang pembelian barang,” ujarnya.
Dia menambahkan berdasarkan pantauan di pasar tradisional, menurutnya dipastikan tidak ada pembelian dalam jumlah besar oleh konsumen oleh karena itu pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak belanja berlebihan atau panic buying.
"Kami meminta, tolong dalam membeli sembako, tidak berlebihan. Sesuai dengan kebutuhan saja, bahwa stok di pasar termasuk stok di gudang distributor untuk kebutuhan pokok masih aman. Jadi jangan berlebihan," kata dia.
Baca juga: Disperindag Jabar minta warga tidak "panic buying" terkait Covid-19