
Pada aplikasi tersebut, ia sempat mengisi skrining mandiri. Formulir itu menanyakan riwayat kesehatan, kebiasaan harian, serta keluhan umum yang mungkin dialami dalam beberapa pekan terakhir.
Salah satu bagian skrining menanyakan soal potensi TBC. Ia mengisi semua pertanyaan seputar durasi batuk, hingga riwayat kontak dengan pasien. Semuanya dijawab dengan jujur, meski dia tidak memiliki keluhan.
Program CKG menyediakan layanan tambahan, termasuk pengecekan TBC. Warga yang memiliki gejala atau risiko tertentu dapat menjalani pemeriksaan tersebut, tanpa biaya sepeser pun.
Program CKG menjadi pintu masuk bagi warga untuk memeriksakan kondisi kesehatan dasar. Layanan ini, sekaligus membuka peluang deteksi dini TBC, sebelum gejalanya berkembang lebih berat.
Terdeteksi sejak dulu
Secara umum, TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bisa menjalar ke orang lain melalui udara, saat penderitanya mengalami batuk atau bersin, tanpa menutup mulut dan hidung.
Cirebon adalah salah satu daerah yang memiliki catatan panjang terkait penyakit TBC ini. Jejaknya terbentang lebih dari satu abad lalu, ketika TBC menjadi momok menakutkan bagi warga pribumi di pesisir utara Jawa Barat tersebut.
Sejumlah arsip berbahasa Belanda yang dihimpun ANTARA menunjukkan upaya untuk memerangi TBC di Cirebon telah tercatat sejak awal 1918. Pihak kolonial, saat itu membentuk komite regional di tingkat keresidenan untuk menahan laju penyakit ini.
Komite tersebut bekerja sama dengan asosiasi pamitran, yang mendapat 60 persen dana masuk, dengan syarat terlibat aktif dalam kegiatan pemberantasan TBC.
Lebih dari satu dekade kemudian, gambaran umum kesehatan masyarakat masih muram. Laporan De Locomotief pada 28 Januari 1929 menyebutkan, penyakit paru-paru dan TBC menjadi penyebab utama kematian orang dewasa di Cirebon serta Indramayu pada periode tersebut.
