Bandung (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Daddy Rohanady menyebutkan kesadaran atas pajak untuk mengantisipasi turbulensi APBD Jabar pada tahun 2026, perlu digenjot.
Daddy menyebut turbulensi APBD 2026 yang merupakan jilid III, diproyeksi terjadi sekitar Rp3 triliun lebih yang disebabkan dua hal. Pertama penurunan transfer pusat ke daerah sebesar Rp2,458 triliun, dan juga tidak tercapainya target pendapatan asli daerah tahun 2025 sebesar Rp1 triliun lebih.
"Turbulensi membutuhkan kesadaran masyarakat, bahwa pajak sangat dibutuhkan untuk pembangunan. Terkadang ada potensi tetapi tak sedikit yang selalu macet," kata Daddy dalam pesan singkat pada ANTARA di Bandung, Jumat.
Oleh karena itu, lanjut Daddy, dibutuhkan peraturan daerah (Perda) yang secara spesifik mengatur berbagai pajak dan retribusi daerah atau yang disebutnya Perda PDRB.
"Di dalam Perda PDRB Jabar yang akan datang diatur pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak air permukaan (PAP), dan retribusi," ujarnya.
Masih butuhnya kesadaran masyarakat, tambah Daddy, dapat dilihat dari masih cukup banyaknya kendaraan belum melakukan daftar ulang (KBMDU) dan kendaraan tidak melakukan daftar ulang (KTMDU) di Jawa Barat.
"Karenanya, dialog wakil rakyat dengan masyarakat diharapkan akan lebih meningkatkan kesadaran peram pajak dalam pembangunan. Dengan harapan, kemampuan pemerintah juga meningkat dalam melakukan percepatan pembangunan di segala sektor," tuturnya.
Diketahui, APBD Jawa Barat 2026 turun Rp2,4 triliun akibat penundaan dana transfer pusat ke daerah.
Penurunan tersebut berasal dari sejumlah pos, antara lain Dana Bagi Hasil (DBH) yang turun dari Rp2,2 triliun menjadi Rp843 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) dari Rp4 triliun menjadi Rp3,3 triliun, serta penghapusan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik senilai Rp276 miliar. Selain itu, DAK nonfisik untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga mengalami koreksi dari Rp4,8 triliun menjadi Rp4,7 triliun.
Dengan penurunan tersebut, total APBD Jabar 2026 yang semula diproyeksikan sebesar Rp31,1 triliun direvisi menjadi Rp28,6 triliun.
