Tokoh tabuik Pasa Zulbahri mengatakan, pada awalnya bentuk tabuik ketika masuk ke Pariaman tidak seperti yang dikenal saat ini. Sebab, saat awal-awal dikenalkan ke masyarakat Pariaman, tabuik mendapat respons pro dan kontra karena dinilai bermuara kepada aliran syiah. Masyarakat memutuskan perundingan dengan melibatkan tokoh adat dan agama.
Semenjak saat itu tabuik mulai disesuaikan dengan kearifan lokal dan mengacu pada filosofi Minangkabau yakni Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Tabuik yang dijalankan oleh warga Pariaman merupakan sebuah kesenian untuk mengedukasi tentang perjuangan dan pengorbanan cucu Nabi untuk Islam. Bahkan, bagian ornamen tabuik memiliki makna dan arti yang berkaitan dengan filosofi dan karakter orang Pariaman.
"Ini merupakan sebuah budaya, sebuah seni tradisi yang merupakan hasil karya, cipta, karsa manusia, di Pariaman yang ditampilkan berupa tabuik," kata Pasa Zulbahri.
Ia menjelaskan makna dari setiap prosesi dalam pelaksanaan tabuik. Prosesi pertama yaitu, mengambil tanah. Prosesi ini memiliki arti sesuatu yang berasal dari tanah maka kembali ke tanah. Ini juga menjelaskan kematian Husein Bin Ali yang merupakan ciptaan Allah SWT maka juga kembali kepada-Nya.
Prosesi kedua yaitu manabang (menebang) atau maambiak (mengambil) batang pisang. Arti dari prosesi ini yaitu memperlihatkan ketajaman pedang dan ketangkasan Husein. Sedangkan batang pisang memiliki makna meskipun telah ditebang, pohonnya tidak langsung mati karena masih bisa memunculkan tunas baru. Prosesi ini memiliki arti keharusan menyiapkan generasi yang tangguh dan kuat iman sebelum mati.
Lalu, prosesi ketiga yakni turun panja. Panja merupakan wadah yang akan digunakan untuk menyimpan jasad Husein. Wadah ini diturunkan dari tempat penyimpanan yaitu daraga atau tempat pembuatan tabuik guna dipersiapkan untuk menjalankan prosesi Maarak (mengarak) Jari-Jari.
Pada prosesi keempat yaitu maatam dimaksudkan mengingatkan dan merenungkan kepada masyarakat tentang perjuangan dan ajaran dari Husein.
"Prosesi ini tidak ada kaitannya dengan tauhid atau aliran-aliran tertentu. Ini hanya memperlihatkan kepada masyarakat (tentang pengorbanan Husein)," ujar Pasa.
Kemudian prosesi kelima Maarak (mengarak) Jari-Jari. Prosesi ini dilakukan dengan meminta sumbangan kepada warga sebagai tanda bahwa kegiatan itu melibatkan banyak orang. Prosesi ini merupakan manifestasi mengumpulkan jasad Husein Bin Ali di Karbala.