Jakarta (ANTARA) - Konferensi Asia Afrika (KAA), sebuah inisiatif besar sekumpulan negara baru merdeka dan terlepas dari belenggu kolonialisme, kini telah lewat tujuh dasawarsa.
Tepat 70 tahun yang lalu, pemimpin dari 29 negara di Asia dan Afrika berhimpun di Bandung, Jawa Barat pada 18—24 April 1955 demi mengikuti Konferensi Asia Afrika meski di tengah berbagai dinamika dan tantangan domestik masing-masing.
Dari agenda internasional tersebut, lahirlah sepuluh poin perjuangan untuk mewujudkan perdamaian dan kerja sama dunia yang dikenal dengan nama “Dasasila Bandung”, atau “Semangat Bandung” atau “Deklarasi Bandung”.
Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Asia yang dihadiri 29 negara dari Asia dan Afrika itu menginspirasi perjuangan kemerdekaan di berbagai negara untuk membebaskan diri dari penjajahan. Akibatnya, jumlah anggota PBB meningkat seiring bertambahnya negara merdeka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hanya memiliki 76 negara anggota pada dekade KAA berlangsung. Jumlah itu melonjak hampir dua kali lipat menjadi 144 negara pada akhir tahun 1975.
Meningkatnya jumlah anggota PBB itu menjadi satu bukti penting akan kesuksesan KAA mendorong transformasi di tingkat dunia.
Namun demikian, situasi dunia 70 tahun setelah KAA 1955 semakin kompleks karena kepercayaan antara negara-negara serta keyakinan terhadap institusi multilateral semakin luntur.
Semakin banyak negara mengambil langkah unilateral tanpa peduli dampaknya bagi negara lain, sementara hukum internasional tampak diterapkan secara tebang pilih kepada negara-negara lemah.
Masih tetap relevan
Nilai-nilai dari "Semangat Bandung" yang berhasil mendorong kemerdekaan negara-negara baru dan memberi rambu untuk menjaga perdamaian di tengah kerasnya perseteruan dunia akibat Perang Dingin, tentu tidak bisa tiba-tiba dinafikan begitu saja dan dinilai menjadi tak relevan di masa kini.
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Arrmanatha Nasir menegaskan bahwa Dasasila Bandung tetap relevan bagi diplomasi Indonesia dan akan dijadikan landasan bagi usaha Indonesia memperjuangkan reformasi di tingkat dunia.
“Indonesia akan mendorong reformasi global dengan mengusung nilai-nilai Semangat Bandung tahun 1955,” kata Wamenlu, sembari menegaskan tekad Indonesia untuk memilih jalan kerja sama, bukan konfrontasi, saat menghadapi perubahan geopolitik dunia.