Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menilai menguatnya harga emas global seiring dengan meningkatnya ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed akan bersikap “dovish” sepanjang sisa tahun ini.
Menurutnya, ekspektasi pasar saat ini The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya lebih dari tiga kali pada sisa tahun ini, seiring dengan menurunnya tingkat inflasi AS dari 2,8 persen menjadi 2,4 persen pada Maret 2025, atau mendekati target The Fed sebesar 2 persen.
“Yang menyebabkan (emas naik) adalah data inflasi AS yang sesuai ekspektasi turun dari 2,8 persen menjadi 2,4 persen, sehingga ada kemungkinan besar bank sentral AS The Fed akan menurunkan suku bunga pada tahun ini lebih dari tiga kali,” ujar Ibrahim kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Lanjutnya, sentimen lainnya yaitu masih berlangsungnya tensi perang dagang global, utamanya antara AS dengan China, yang mana China tetap berusaha melawan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump.
“Kedua, perang dagang antara AS dan China luar biasa. China pun terus melakukan perlawanan terutama menahan untuk barang-barang impor dari AS, terutama pesawat Boeing yang berpengaruh terhadap saham-saham teknologi berguguran,” ujar Ibrahim.
Selain itu, sentimen selanjutnya yaitu meningkatnya tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah, yang mana Iran telah memberikan ancaman terhadap Kuwait.
Ibrahim menyebut Kuwait rencananya akan dijadikan sebagai landasan pesawat-pesawat dari AS, yang mana AS berpotensi akan melakukan penyerangan ke Iran.
“AS sudah mempersiapkan untuk melawan Iran itu Israel nanti. Israel yang akan melakukan penyerangan sebagai pimpinannya,” ujar Ibrahim.
Dalam kesempatan ini, Ia mengingatkan bahwa kenaikan harga emas dunia yang dibarengi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, akan menyebabkan kenaikan terhadap harga barang dan jasa di dalam negeri.