Kabupaten Bekasi (ANTARA) -
Kepolisian Resor (Polres) Metropolitan Bekasi meringkus dua orang perempuan penjual obat yang digunakan untuk menggugurkan kandungan atau aborsi berinisial DS yang berprofesi selaku bidan serta PP dengan rutinitas keseharian sebagai ibu rumah tangga.
Kapolres Metro Bekasi Komisaris Besar Pol. Twedi Aditya Bennyahdi mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait kepemilikan akun media sosial yang menjual obat aborsi di wilayah hukum Kabupaten Bekasi.
"Kedua tersangka kami tangkap di wilayah Lemahabang, Kabupaten Bekasi, dua hari lalu," katanya di Mapolres Metro Bekasi, Kamis.
Ia menjelaskan petugas jajaran Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi langsung melakukan penelusuran setelah menerima laporan dari masyarakat.
Modus operandi kedua pelaku dengan menawarkan obat aborsi tersebut menggunakan akun media sosial. Setelah ada peminat lalu terjadi tawar-menawar melalui telepon genggam.
Pelaku PP kemudian menghubungi DS untuk membeli obat yang kemudian akan dijual kepada calon pembeli tersebut seharga Rp1.150.000 untuk satu paket obat aborsi berikut pereda rasa nyeri.
"Setelah disepakati harga kemudian PP menghubungi DS dan janjian untuk penyerahan karena obat ini bisa dibeli dengan sistem COD," katanya.
Usai mendapatkan obat dari DS, PP membuat janji dengan calon pembeli untuk melakukan penyerahan obat dengan metode COD. Setelah dibuktikan obat asli, pembeli lantas mentransfer sejumlah uang dimaksud kepada PP.
"Setelah terjadi transaksi dan obat diterima oleh pembeli, DS memberikan tutorial melalui ponsel dengan pembeli berisi aturan pakai hingga efek obat. Setelah itu selesai untuk transaksi yang dilakukan, selesai," katanya.
Twedi menjelaskan obat-obatan aborsi itu didapatkan dengan cara memalsukan surat resep dokter. Karena obat-obat itu berstatus dijual terbatas di apotek.
Petugas menyita 10 butir obat jenis misoprostol, 10 butir paracetamol dan dua lembar resep dokter sebagai barang bukti tindak pidana dimaksud. Para tersangka mengaku menjual obat karena terdesak kebutuhan ekonomi.
"Pelaku PP mendapat keuntungan dari penjualan ini sebesar Rp550.000. Karena dari pelaku DS menjual seharga Rp600.000, motifnya kebutuhan ekonomi," ucapnya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 138 ayat 2 junto Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp5 miliar.
"Tersangka DS seorang bidan kami jerat juga dengan Pasal 268 KUHPidana tentang membuat secara palsu atau memalsukan surat keterangan dokter tentang ada atau tidak ada penyakit, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun," katanya.
Sementara itu, Analis Obat dan Makanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Rahmadi menyatakan obat-obatan yang dijual sebagai obat aborsi itu merupakan jenis obat keras dan hanya bisa dibeli menggunakan resep dokter.
"Dan tentu ini kan surat resep dokter pun dipalsukan. Oleh karena itu kami mengapresiasi atas pengungkapan kasus ini oleh Polres Metro Bekasi," katanya.
Pihaknya juga akan mengecek melalui sistem data Kementerian Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk menelusuri status tersangka sebagai bidan.
Pelaku PP kemudian menghubungi DS untuk membeli obat yang kemudian akan dijual kepada calon pembeli tersebut seharga Rp1.150.000 untuk satu paket obat aborsi berikut pereda rasa nyeri.
"Setelah disepakati harga kemudian PP menghubungi DS dan janjian untuk penyerahan karena obat ini bisa dibeli dengan sistem COD," katanya.
Usai mendapatkan obat dari DS, PP membuat janji dengan calon pembeli untuk melakukan penyerahan obat dengan metode COD. Setelah dibuktikan obat asli, pembeli lantas mentransfer sejumlah uang dimaksud kepada PP.
"Setelah terjadi transaksi dan obat diterima oleh pembeli, DS memberikan tutorial melalui ponsel dengan pembeli berisi aturan pakai hingga efek obat. Setelah itu selesai untuk transaksi yang dilakukan, selesai," katanya.
Twedi menjelaskan obat-obatan aborsi itu didapatkan dengan cara memalsukan surat resep dokter. Karena obat-obat itu berstatus dijual terbatas di apotek.
Petugas menyita 10 butir obat jenis misoprostol, 10 butir paracetamol dan dua lembar resep dokter sebagai barang bukti tindak pidana dimaksud. Para tersangka mengaku menjual obat karena terdesak kebutuhan ekonomi.
"Pelaku PP mendapat keuntungan dari penjualan ini sebesar Rp550.000. Karena dari pelaku DS menjual seharga Rp600.000, motifnya kebutuhan ekonomi," ucapnya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 138 ayat 2 junto Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp5 miliar.
"Tersangka DS seorang bidan kami jerat juga dengan Pasal 268 KUHPidana tentang membuat secara palsu atau memalsukan surat keterangan dokter tentang ada atau tidak ada penyakit, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun," katanya.
Sementara itu, Analis Obat dan Makanan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Rahmadi menyatakan obat-obatan yang dijual sebagai obat aborsi itu merupakan jenis obat keras dan hanya bisa dibeli menggunakan resep dokter.
"Dan tentu ini kan surat resep dokter pun dipalsukan. Oleh karena itu kami mengapresiasi atas pengungkapan kasus ini oleh Polres Metro Bekasi," katanya.
Pihaknya juga akan mengecek melalui sistem data Kementerian Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk menelusuri status tersangka sebagai bidan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polres Metro Bekasi ringkus dua perempuan penjual obat aborsi