Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar (kurs) Rupiah masih mendapatkan tekanan dari dolar Amerika (AS) pada hari ini.
Indeks dolar AS terlihat berada di level tinggi dalam dua tahun terakhir, yakni berkisar 108,93.
“Pasar masih mengantisipasi sentimen penguat dolar yang dibawa dari tahun lalu seperti kebijakan ekonomi Trump yang protektif, perang, The Fed mengurangi pemangkasan, pelambatan ekonomi China, dan lain-lain,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Kurs Rupiah ditutup melemah 1 poin atau 0,62 persen menjadi Rp16.198 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya sebesar Rp16.197 per dolar AS pada akhir perdagangan Senin.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin justru menguat ke level Rp16.193 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.217 per dolar AS.
“Pekan ini, pelaku pasar akan mendapatkan data ekonomi baru dari AS seperti data PMI (Purchasing Managers Index) dan data tenaga kerja untuk mengonfirmasi kebijakan The Fed selanjutnya. Data-data ini bisa menjadi penggerak baru dolar AS pekan ini,” ungkap Ariston.
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong telah memperkirakan kurs Rupiah terhadap dolar AS cenderung melemah terbatas.
Kendati dolar AS melemah pada Jumat (3/1), tetapi investor turut mencermati pelemahan besar yuan yang berada di level terendah dalam dua terakhir, yakni 7,3194 per dolar AS atau melemah 0,3 persen. Hal ini menyebabkan adanya sentimen negatif pada mata uang Asia dan regional.
“Pemerintah China membiarkan pelemahan mengantisipasi kebijakan tarif Trump,” kata Lukman.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah masih dapat tekanan dari dolar AS hari ini