Bandung (ANTARA) -
"Jadi dalam rapat Pemprov Jabar, perwakilan Pemda Bandung Raya dan BP Cekungan Bandung soal BRT, kalau Januari 2025 itu lebih ke arah komunikasi publik. Publik harus tahu bahwa di Bandung Raya itu 2025 BRT digarap. Dan kalau tidak salah 2027 jadi semua, infrastruktur lengkap, baru peluncuran BRT," ucap Ade di Bandung, Rabu.
Langkah-langkah penerapan yang dimulai pada Januari 2025, disebutkan oleh Ade, yakni kesiapan untuk konstruksi, akan tetapi lelangnya mengikuti aturan Bank Dunia (World Bank) mengingat proyek ini merupakan bagian dari inisiatif bank dunia.
Sistem BRT ini, disebutkan akan memiliki 21 koridor di Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang di Kecamatan Jatinangor.
Sedikitnya sistem BRT Bandung Raya ini akan berkekuatan armada kurang lebih 500 unit, dengan menggunakan dana hibah Rp1,2 triliun yang masih terus dimatangkan.
"Kalau tidak salah dari pemerintah pusat itu Rp1,2 triliun. Jumlah unit 500 unit mulai dari barat ke timur, utara ke selatan dari Padalarang sampai Jatinangor, kemudian dari batas Dago sampai ke Soreang," ucap Ade.
Soal konstruksi BRT Bandung Raya, lanjut dia, nantinya akan digarap oleh pemerintah pusat melalui Kemenhub dan perwakilan dari World Bank. Sementara pemerintah pusat yang akan membangun infrastruktur, jalan, pedestrian, sampai ke halte, terminal, dan depo.Letak depo sendiri, direncanakan akan ada di Padalarang, Leuwipanjang, Cicaheum, kemudian Jatinangor. Sementara kendaraan kemungkinan masih menggunakan bahan bakar minyak, meski juga bakal didorong menggunakan energi terbarukan atau mobil listrik.
"Nantinya tidak pakai jalan baru. Jalan-jalan yang existing yang ada di kota Bandung saja. Sehingga tadi juga disimulasikan persimpangan ataupun juga boleh dikatakan lah nanti ada jalur-jalur yang terintegrasi akan dilakukan rekayasa," ujar Ade.
Terkait dengan jalur-jalur angkutan kota yang bersinggungan dengan BRT juga, Ade mengatakan bahwa akan dilakukan rekayasa sedemikian rupa agar lebih efektif.
"Jadi ada jalur yang bersinggungan 80 persen, ada yang di bawah sampai 20 persen. Jadi yang 80 persen atau yang tinggi bersinggungannya itu akan direkayasa, sementara yang lainnya diatur aja biar lebih efektif," tutur dia.