"Menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim MK Arsul Sani dalam sidang pembacaan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.
Arsul menjelaskan, Pemohon mengajukan alat bukti surat atau tulisan serta keterangan dari ahli, yaitu Djohermansyah Djohan, untuk membuktikan dalilnya.
Selain itu, Majelis Hakim juga menimbang keterangan dan alat bukti yang diajukan oleh Bawaslu di dalam persidangan sebelumnya.
Setelah memeriksa secara saksama, lanjut Arsul, MK mempertimbangkan bahwa dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Kemenhan telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban-nya, namun masih kurang memerhatikan beberapa aspek lain dalam pengambilan keputusan.
"Bawaslu kurang memerhatikan aspek lain seperti penggunaan fasilitas negara, citra diri, dilakukan dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara, maupun waktu pelaksanaan yang berada dalam tahapan kampanye pemilu," kata dia.
Ia mengatakan, hal tersebut terjadi karena tidak adanya persyaratan baku maupun tata urut analisis yang harus digunakan oleh Bawaslu dalam menentukan bagaimana suatu peristiwa dianggap memenuhi atau tidak syarat materiil.
"Sehingga menyebabkan penarikan kesimpulan dari peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran pemilu, tidak dilakukan secara komprehensif," ujarnya.
Sementara itu di dalam persidangan, lanjut Arsul, MK juga tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan kebenaran dalil Pemohon. Karena itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MK tolak dalil AMIN soal Twitter Kemenhan untuk kampanye 02