Menolak tunduk
Negara-negara Asia dan Afrika berusaha keras memasukkan hak menentukan sendiri dalam prinsip PBB, yang terus ditentang negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, yang meminta klausul kolonial dicabut dalam setiap resolusi PBB.
Pada 1952, AS, bahkan memveto resolusi Majelis Umum PBB yang menyatakan hak menentukan nasib sendiri adalah bagian dari hak asasi manusia. AS juga menolak kewajiban negara-negara kolonial melaporkan kemajuan wilayah jajahannya dalam membentuk pemerintahan sendiri.
Tapi, beberapa bulan setelah Deklarasi Bandung pada November 1955, PBB menyepakati formulasi hak menentukan nasib sendiri yang kemudian diadopsi dalam Resolusi PBB 1960 dan Kovenan PBB 1966.
Semangat Bandung yang dihasilkan Konferensi Asia Afrika juga menjadi fondasi untuk solidaritas dan aliansi antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam menentang imperialisme atau kebijakan-kebijakan imperialis sejumlah negara yang umumnya menjadi eks penjajah mereka.
Aliansi itu, bahkan kemudian mengkristal menjadi gerakan global besar yang independen dari kekuatan-kekuatan global, yakni Gerakan Non Blok pada 1 September 1961, yang salah seorang penggagasnya adalah juga Bung Karno.
Dari konferensi itu juga lahir terminologi-terminologi global yang merepresentasikan sikap, posisi dan independensi negara-negara baru, termasuk istilah "Dunia Ketiga".
Istilah itu merujuk kepada negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menolak berpihak selama Perang Dingin, selain melukiskan masyarakat negara berkembang yang sama-sama mengalami pahitnya kolonialisme.
Gerakan ini semakin jauh melangkah, dengan cara menolak tunduk kepada arsitektur politik dan ekonomi global yang diciptakan oleh bekas-bekas penjajah mereka, yang pada dasarnya bisa melanggengkan diktasi mereka terhadap negara-negara yang pernah dijajah, persis disinggung Bung Karno pada Konferensi Asia Afrika 1955 itu.
Pada 1974, negara-negara baru merdeka yang jumlahnya semakin banyak itu kemudian mengadopsi sebuah piagam yang mengakui pentingnya restrukturisasi perekonomian global, yang memberi ruang partisipasi lebih luas kepada negara-negara berkembang.