Deni mengatakan bahwa langkah memperkuat pertahanan perlu dilakukan dalam berinvestasi untuk mencegah kerugian. Oleh sebab itu, dia menyarankan masyarakat untuk memilih instrumen investasi yang konvensional terlebih dahulu karena relatif lebih aman.
"Yang penting investasi ini akan memberi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan inflasi. Apa yang aman?, Mungkin deposito, Surat Berharga Negara (SBN) ritel, atau emas. Itu investasi yang mungkin tidak akan rugi," ujar dia.
Apabila pertahanan sudah kuat, lanjut Deni, maka masyarakat dapat masuk ke instrumen investasi dengan risiko menengah atau lebih tinggi dibanding konvensional. Beberapa contoh investasi yang dapat dipilih, antara lain reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan obligasi korporasi.
Pada tahap selanjutnya, terang Deni, maka investor dapat masuk pada instrumen investasi yang lebih "attacking" atau dengan risiko yang semakin tinggi seperti saham dan kripto.
Deni berpendapat bahwa porsi investasi yang bersifat defensif atau konvensional cenderung mendominasi seiring bertambahnya usia seseorang. Sementara porsi investasi konvensional pada orang berusia muda cenderung lebih kecil karena kelompok usia ini lebih berani untuk mengambil risiko.
Meski begitu, porsi investasi tetap harus mempertimbangkan preferensi risiko masing-masing individu. Maka, kata Deni, bukan hal yang keliru apabila terdapat orang muda yang lebih memiliki preferensi risiko rendah sehingga akan lebih banyak berinvestasi pada instrumen yang relatif aman.
"Sekali lagi, keputusan untuk berapa persen (porsi) yang konservatif dan berapa persen yang lebih berisiko itu biasanya disesuaikan dengan umur dan juga pada preferensi risikonya," kata dia.
Menurut Deni, generasi muda harus menumbuhkan kebiasaan berinvestasi terlepas dari berapapun nominalnya. Bahkan hanya dengan Rp1 juta, investor pemula sudah bisa memiliki Obligasi Negara Ritel seri 025 (ORI025) yang belum lama ini diterbitkan pemerintah dengan kupon tetap (fixed rate) mulai dari 6,25 persen per tahun.
"Ada yang bilang, investasi itu hanya untuk orang kaya. Itu salah. Justru karena duit kita sedikit, makanya kita harus atur supaya bisa mendapatkan manfaat yang optimal. Apalagi, dengan kehadiran teknologi saat ini justru opsi untuk kita berinvestasi lebih banyak," kata Deni.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkeu bidik 20 ribu investor baru di tiap penerbitan SBN ritel
Kementerian Keuangan bidik 20 ribu investor baru pada setiap penerbitan SBN ritel
Jumat, 16 Februari 2024 7:40 WIB