Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa putusan MKMK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK akan berdampak pada pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Nanti tolong dilihat di putusan yang akan kami (MKMK) baca, termasuk jawaban atas tuntutan supaya putusan itu (putusan MKMK) ada pengaruhnya terhadap putusan MK sehingga berpengaruh pada pendaftaran bakal pasangan calon presiden/wakil presiden," kata Jimly saat ditemui usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.
Jimly menyatakan bahwa putusan MKMK yang nantinya akan berdampak terhadap pendaftaran bakal pasangan calon presiden/wakil presiden membuat MKMK menjadwalkan penyampaian putusan pada tanggal 7 November, atau sebelum penetapan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 pada tanggal 13 November 2023.
Ketua MKMK itu menekankan bahwa putusan MK terkait dengan syarat batas minimal usia capres/cawapres harus dikawal melalui putusan MKMK agar adanya kepastian.
"Yang salah harus dibilang salah, yang benar harus dibilang benar, yang jauh lebih penting adalah tradisi negara hukum dan demokrasi kita terus berjalan untuk meningkatkan mutu dan integritas," kata Jimly.
Menurut Jimly, pengawalan kasus ini harus dilakukan mulai dari sistem etika politik hingga etika bernegara.
"Indonesia negara hukum terbesar keempat di dunia, tetapi indeks kualitas hukum negara kita nomor 64, masih jauh kualitasnya," ujar Jimly.
Jimly meminta masyarakat bersabar menunggu putusan MKMK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK.
"Banyak 'kan laporan ada 21, ad hoc (MKMK) ditugasi hanya 30 hari. Akan tetapi, alhamdulillah, kami selesaikan hanya 15 hari," kata Jimly.
Dari 21 pelaporan yang diterima oleh MKMK, kata Jimly, sebagian besar meminta agar putusan MKMK menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menetapkan syarat usia capres/cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
MKMK menjadwalkan pemanggilan Ketua MK Anwar Usman untuk kedua kalinya. Pemanggilan Ketua MK itu akan digelar secara tertutup sekitar pukul 14.00 WIB.
MKMK Perlu Dibentuk Permanen
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menilai pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara permanen menjadi langkah penting untuk mengawasi fungsi lembaga tinggi negara di sistem ketatanegaraan itu.
"Dengan tidak berfungsinya lagi dewan etik, sebagai akibat perubahan (aturan) tentang MK, membuat MK tidak ada yang mengawasi," kata Dewa Palguna saat menjadi saksi ahli dalam sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim MK oleh MKMK di Jakarta, Jumat.
Dewa Palguna dihadirkan sebagai saksi ahli untuk sidang perkara Nomor 14/MKMK/L/ARLTP/X/2023 yang diajukan Zico Simanjuntak sebagai pelapor.
Sidang tersebut menjadi sidang terakhir terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK atas putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menetapkan syarat usia capres-cawapres minimal 40 tahun dan pernah menjabat sebagai kepala daerah. Palguna menceritakan saat dia menjabat sebagai hakim MK, dia ingin pengawasan terhadap MK tetap dilakukan, sehingga mengupayakan pembentukan pengawas saat itu.
"Kami sengaja betapa ingin diawasi saat itu, karena kewenangan yang besar MK," jelasnya.
Dalam keterangannya di persidangan, Palguna tidak mempermasalahkan pelantikan anggota MKMK dilakukan oleh ketua MK.
"Kalau sekarang tidak dilakukan tindakan seperti itu (pelantikan MKMK oleh ketua MK), lalu siapa yang akan membentuk majelis kehormatannya? Kan tidak ada. Masa mengundang orang luar, (nanti) jadi pertanyaan lagi, dan memang tidak benar secara hukum," kata Palguna.
Dengan dibentuknya MKMK secara permanen, lanjut Palguna, maka perdebatan terkait ketua MK melantik MKMK, yang saat ini masih bersifat sementara, tidak akan menjadi polemik.
"Sehingga, nanti ketika majelis kehormatan yang sifatnya permanen itu sudah ada, tidak ada pelantikan yang sifatnya ad hoc karena pranatanya sudah permanen. Tinggal kalau memang ada laporan, ya, dilaporkan, (MKMK permanen) sudah ada," ujar Palguna.
MKMK telah menerima 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK atas putusan syarat usia capres dan cawapres.
Dari 21 laporan tersebut, 10 laporan di antaranya ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman, yang diduga melanggar kode etik karena terlibat dalam konflik kepentingan atas putusan MK.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MKMK tekankan putusannya berpengaruh pada pendaftaran capres/cawapres