Kuningan (ANTARA) - Situ Cicerem di Desa Kaduela, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pagi itu terlihat dipadati wisatawan. Pada akhir September lalu, para turis terlihat bersemangat bertamasya sambil mengajak sanak-saudara berkeliling di destinasi tersebut.
Situ Cicerem atau lebih terkenal dengan nama Telaga Biru itu menjadi destinasi paling populer di Kuningan. Kondisi air danau yang jernih dengan udara sejuk, menjadi daya tarik yang memikat pelancong untuk menghabiskan liburan akhir pekan.
Bisa dibilang Situ Cicerem adalah satu dari segelintir objek wisata di Kuningan yang menghadirkan sejumlah fasilitas terbaik. Tidak hanya infrastruktur fisik, destinasi itu menyediakan sarana penunjang bagi turis yang hendak melakukan transaksi digital atau nontunai.
Sebelumnya, pada 22 Juli 2023, Desa Kaduela didapuk sebagai proyek percontohan atau pilot project untuk pengelolaan pariwisata dengan mengusung konsep ekosistem literasi keuangan inklusif di desa wisata.
Konsep itu diimplementasikan dengan menerapkan layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS merupakan kode QR standar nasional untuk mengintegrasikan seluruh transaksi nontunai di Indonesia.
Pada akhir 2020, sistem transaksi nontunai atau digital diperkenalkan. Ini sejalan dengan aturan pemerintah waktu itu yang membatasi adanya interaksi langsung untuk menghindari penyebaran COVID-19.
Saat itu di Situ Cicerem, pihak pengelola mulai menghadirkan QRIS. Seiring berjalannya waktu, kehadiran sistem tersebut telah banyak membantu kelancaran transaksi yang dilakukan para wisatawan. Khususnya bagi sebagian besar wisatawan asal Jakarta dan sekitarnya.
Untuk mereka yang tinggal di kota-kota besar sudah terbiasa melakukan pembayaran nontunai atau tidak mengeluarkan uang fisik saat bertransaksi.
"Kebetulan di sini ada beberapa kios pedagang yang menyediakan QRIS. Tinggal scan, sudah bisa beli jajanan. Ini memudahkan saya untuk membayar, karena kalau pergi ke ATM itu lumayan jauh," kata salah satu wisatawan asal Jakarta, Aldi (31), saat berbincang dengan ANTARA.
QRIS digunakan untuk membeli secangkir kopi manual brew seharga Rp15 ribu. Minuman itu merupakan menu unggulan yang disajikan pada sebuah kedai kopi bernama Kopdar.
Hadirnya QRIS di tempat wisata dinilai sebagai inovasi jitu yang memberi kemudahan bagi turis. Sebab, dengan sistem itu wisatawan cukup mengarahkan gawainya ke QR code dan dalam hitungan detik transaksi pun selesai.
Adanya konektivitas pembayaran itu menandakan bahwa kemajuan di bidang teknologi keuangan pun bisa menyentuh sampai pelosok desa.
Di tempat Aldi menyeruput secangkir kopi, terlihat seorang barista yang sedang sibuk menuangkan bubuk kopi robusta untuk segera dihidangkan kepada konsumen.
Raut wajahnya tampak serius dan tangan kanannya terus memegang tuas mesin kopi, untuk menyelesaikan proses penyeduhan minuman itu.
Barista tersebut adalah Arif Rahman (27), pemilik Kedai Kopdar di Situ Cicerem, yang sudah menggunakan QRIS sejak dua tahun terakhir.
Di kedai kopinya, hampir 60 persen pembayaran dilakukan secara digital. Menurutnya QRIS yang terintegrasi dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) telah membuat proses transaksi jadi lebih cepat, efisien, dan terjamin keamanannya.
"Waktu pertama buka di sini banyak yang bertanya, bisa pakai QRIS tidak? Jadi dengan hadirnya sistem ini memudahkan untuk proses pembayaran," ujarnya.
Arif merupakan salah satu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang tergabung dalam mitra binaan Badan Usaha Desa (Bumdes) Kaduela.
Dalam menjalankan bisnisnya di lingkungan Situ Cicerem, ia dapat meraup keuntungan Rp5 juta per bulan dari menjual kopi dan varian minuman lainnya.
Selain itu, bisnis kedai kopi yang digelutinya dapat menyerap tenaga kerja dan memberdayakan pemuda sekitar sehingga mereka tidak perlu merantau ke luar kota karena di kampung pun peluang untuk membuka usaha terbuka lebar serta menjanjikan.
Mereka mendapatkan pemasukan lebih, dan yang paling penting Arif bisa mengajak teman-teman mengelola kedainya. Jadi, ada lapangan kerja baru di kampung sendiri.
Bisnis skala mikro yang digeluti Arif bisa bangkit dan membantu menjaga stabilitas ekonomi lokal di Desa Kaduela, apalagi dengan hadirnya sistem QRIS.
Tantangan
Direktur Utama Bumdes Kaduela Iim Ibrahim (45) menjelaskan sebanyak 58 pelaku UMKM di Situ Cicerem yang menjadi mitra binaan, semuanya sudah menyediakan QRIS sebagai sarana pembayaran.
UMKM itu mayoritas dikelola ibu rumah tangga yang diajak bergabung untuk menambah penghasilan. Dalam sebulan pemasukan pelaku usaha itu berada di kisaran angka Rp2 juta per bulan.
Hal itu bisa terjadi karena kunjungan wisatawan per bulan bisa mencapai 19 ribu turis.
Pemberdayaan ini menjadi bukti bila sektor pariwisata yang dikembangkan lewat mekanisme gotong royong bisa menyejahterakan masyarakat setempat. "Semua UMKM binaan kami memakai QRIS dan mendapatkan tanggapan positif dari wisatawan," katanya.
Keberadaan QRIS di Situ Cicerem tidak sekadar memudahkan proses transaksi karena sistem nontunai itu berkontribusi dalam menekan peredaran uang palsu di tempat wisata.
Oleh sebab itu ketika Desa Kaduela didapuk sebagai proyek percontohan digitalisasi pariwisata, pihaknya langsung mengimplementasikan pemberlakuan transaksi nontunai dengan berkolaborasi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan perbankan.
Deputi Kantor Perwakilan BI (KPw BI) Cirebon Tri Adi Riyanto memperkirakan 50 persen tempat wisata yang tersebar di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) sudah memakai QRIS untuk menggantikan metode lama dalam bertransaksi.
Hasil itu menjadi langkah positif bagi BI dalam merealisasikan target 50 juta pengguna QRIS dalam beberapa tahun mendatang.
Kendati begitu, pihaknya tidak mau berpuas diri karena masih banyak tantangan ke depan untuk lebih memasifkan penggunaan QRIS di tempat wisata.
Ada banyak keuntungan dalam penggunaan QRIS bagi pelaku UMKM. Sebab, mereka tidak perlu menyediakan uang kembalian karena dengan QRIS pembayaran dilakukan secara digital.
Tanpa uang tunai juga memberikan perlindungan bagi pelaku UMKM dari peredaran uang palsu.
Mengedukasi masyarakat
Seluruh transaksi lewat QRIS akan terekam dan terlacak dengan baik. Alhasil jika penggunanya ingin melakukan transparansi data maka hal itu sangat mudah dilakukan.
Karenanya, BI Cirebon terus bersinergi bersama pemerintah daerah, industri jasa keuangan, dan perbankan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat agar lebih melek soal digitalisasi keuangan.
Terkait penggunaan QRIS di tempat wisata, Kepala OJK Cirebon Fredly Nasution menekankan pentingnya mengedukasi masyarakat mengenai transaksi digital, mengingat dengan kemajuan teknologi itu potensi terjadinya penipuan di bidang ini semakin tinggi.
Masyarakat harus pintar dan lebih berhati-hati dalam melakukan pembayaran nontunai, sehingga terhindar dari aksi oknum tidak bertanggung jawab yang belakangan ini mulai memakai modus penipuan baru.
Dengan begitu segala kemudahan dalam transaksi digital saat ini dampak positifnya lebih terasa ketimbang sisi negatifnya.
Meningkatkan literasi dan pemahaman tentang keuangan digital harus terus dilakukan, agar masyarakat makin cerdas, kritis, dan teliti. Ketiga variabel penting ini menjadi kunci menuju sejahtera bersama.
Jangan sampai kemudahan-kemudahan digital itu malah masyarakat membuat kekeliruan.