Selain itu, bisnis kedai kopi yang digelutinya dapat menyerap tenaga kerja dan memberdayakan pemuda sekitar sehingga mereka tidak perlu merantau ke luar kota karena di kampung pun peluang untuk membuka usaha terbuka lebar serta menjanjikan.
Mereka mendapatkan pemasukan lebih, dan yang paling penting Arif bisa mengajak teman-teman mengelola kedainya. Jadi, ada lapangan kerja baru di kampung sendiri.
Bisnis skala mikro yang digeluti Arif bisa bangkit dan membantu menjaga stabilitas ekonomi lokal di Desa Kaduela, apalagi dengan hadirnya sistem QRIS.
Tantangan
Direktur Utama Bumdes Kaduela Iim Ibrahim (45) menjelaskan sebanyak 58 pelaku UMKM di Situ Cicerem yang menjadi mitra binaan, semuanya sudah menyediakan QRIS sebagai sarana pembayaran.
UMKM itu mayoritas dikelola ibu rumah tangga yang diajak bergabung untuk menambah penghasilan. Dalam sebulan pemasukan pelaku usaha itu berada di kisaran angka Rp2 juta per bulan.
Hal itu bisa terjadi karena kunjungan wisatawan per bulan bisa mencapai 19 ribu turis.
Pemberdayaan ini menjadi bukti bila sektor pariwisata yang dikembangkan lewat mekanisme gotong royong bisa menyejahterakan masyarakat setempat. "Semua UMKM binaan kami memakai QRIS dan mendapatkan tanggapan positif dari wisatawan," katanya.
Keberadaan QRIS di Situ Cicerem tidak sekadar memudahkan proses transaksi karena sistem nontunai itu berkontribusi dalam menekan peredaran uang palsu di tempat wisata.
Oleh sebab itu ketika Desa Kaduela didapuk sebagai proyek percontohan digitalisasi pariwisata, pihaknya langsung mengimplementasikan pemberlakuan transaksi nontunai dengan berkolaborasi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan perbankan.
Deputi Kantor Perwakilan BI (KPw BI) Cirebon Tri Adi Riyanto memperkirakan 50 persen tempat wisata yang tersebar di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) sudah memakai QRIS untuk menggantikan metode lama dalam bertransaksi.