Yogyakarta (ANTARA) - Di bawah terik Matahari, Haryanto memicingkan mata kirinya, sedangkan mata sebelah kanan menatap tajam seturut ujung senjata laras panjang yang ia arahkan ke langit.
Setelah terdengar aba-aba komando dari pandego: "Siaga !", jari telunjuknya langsung menyentuh bagian pelatuk senapan Lee Enfield (LE) dengan posisi gagang menempel pipi sebelah kanan.
Beberapa saat kemudian, letusan senapan para prajurit Keraton Yogyakarta serempak memekakkan telinga disambut tepuk tangan dan teriakan warga serta wisatawan yang memadati halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.
Tembakan salvo itu langsung disusul tabuhan tambur, bendhe, dipadu tiupan suling, serta slompret prajurit sebagai penghormatan arak-arakan gunungan Grebeg Maulud/Jimawal 1957 dari Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah tiba di halaman masjid.
Haryanto yang tak lain bagian dari prajurit atau Bregada Jagakarya lalu menurunkan kembali senapan buatan Inggris yang masih ia pegang erat itu.
Dia kemudian berbaris, lalu berjalan diiringi gending prajurit meninggalkan lima gunungan yang hampir ludes diserbu warga.
Lima gunungan itu adalah Gunungan Kakung, Wadon, Gepak, Dharat, dan Gunungan Pawuhan berisi hasil Bumi sebagai sedekah Raja Yogyakarta kepada rakyatnya.
Kala beristirahat di halaman Bangsal Kamandungan Keraton Yogyakarta, Haryanto bercerita bahwa sebenarnya tak ada peluru yang keluar dari senapannya.
Letusan tembakan tadi berasal dari senapan jenis SP-1 buatan Pindad yang ditenteng beberapa prajurit di barisan paling depan, sementara dia dan sebagian besar prajurit lain hanya bertugas memeragakan menembak saja.
Spektrum - Berbekal ikhlas abdi dalem pertahankan tradisi Keraton Yogyakarta
Oleh Luqman Hakim Sabtu, 30 September 2023 20:10 WIB