Berbagai hambatan silih berganti selama proses percobaan pendakian, mulai dari gelombang panas ekstrem yang melanda Swiss hingga cuaca yang berubah jadi badai salju juga terjadi.
Akibat cuaca panas ekstrem yang melanda Eropa, pendakian ke Mont Blanc terpaksa tertunda karena jalur pendakian ditutup.
"Informasi kami terima mendadak, Mont Blanc ditutup karena gletser atau bongkahan es besar di jalurnya semakin retak dan menganga akibat gelombang panas, tak aman untuk pendakian," tutur Iwan.
Akhirnya, empat orang pendaki tersebut memutuskan untuk melanjutkan ekspedisi menuju puncak kedua, yakni Matterhorn pada ketinggian 4.487 Mdpl dengan mengambil titik start dari Desa Zermatt.
Namun, ketika di Desa Zermatt, yang merupakan desa terdekat menuju Matterhorn, cuaca lagi-lagi tak sesuai dengan rencana, dengan turunnya badai salju.
"Sejak dari Zermatt, badai salju besar datang hingga menghadang kami di tengah jalur, tepatnya di Solvayhuette. Terlalu berbahaya untuk dilanjutkan hingga puncak Matterhorn. Akhirnya kami kembali ke Zermatt," ucap Iwan.
Penaklukan Eiger
Usai memulihkan fisik dan mental selama tiga hari, empat orang pendaki Indonesia kembali melanjutkan misi ketiga yakni Gunung Eiger pada ketinggian 3.967 Mdpl.
Menurut Iwan, Gunung Eiger secara teknis termasuk satu dari pendakian tersulit di dunia.
"Jalur pertama ke puncak Eiger kami coba lewat Heckmair, tapi pijakan di atas es dinding Eiger jalur Heckmair terus menerus runtuh karena cuaca panas. Akhirnya kami ubah jalur melalui West Flank. Kondisi salju yang mencair karena suhu panas juga terjadi di jalur West Flank, namun jalurnya tidak berbahaya seperti jalur Heckmair," ucap Iwan.
Pendaki Indonesia menaklukkan puncak Eiger dalam 16 hari
Minggu, 10 September 2023 21:15 WIB