Pemerintah Kota Bandung mengajak lini usaha mikro, khususnya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di bawah binaan Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Diskop UMKM) untuk lebih maju dan berkembang dengan cara bergabung ke dalam koperasi.
Bahkan, kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Atet Dedi Handiman, saat ini pembentukan koperasi lebih mudah, yakni dengan program Sabanda Sakoper (Satu Binaan PKL Satu Koperasi), di mana setiap binaan PKL yang dibawahi dalam forum atau asosiasi, bisa mendukung pembentukan koperasi.
"Tujuan dari program ini, agar para PKL binaan mendapatkan kemudahan akses permodalan melalui koperasi," kata Atet dalam keterangannya di Bandung, Jumat.
Lebih lanjut, Atet mengatakan bahwa dengan adanya kemudahan akses tersebut, diharapkan dapat mengakselerasi para PKL untuk menjadi pengusaha formal.
"Dengan akses permodalan yang mudah, hasil dari mereka untuk mereka melalui koperasi dapat mempercepat para PKL ini menjadi pengusaha formal dan tentunya naik kelas," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Usaha Non-Formal Diskop UMKM Kota Bandung Evy Oktaviyanti menyebut saat ini setidaknya ada 22 titik PKL yang menjadi binaan Diskop UMKM Kota Bandung, namun selama ini PKL tidak menjadi anggota koperasi.
"Dalam upaya pemberdayaan usaha mikro khusus pedagang kaki lima di bawah binaan, kita lakukan percepatan menjadikan agregrasi pembiayaan melalui koperasi. Jadi satu binaan PKL satu koperasi," ujarnya.
Menurutnya, program Sabanda Sakoper ini sejalan dengan program strategis Kementerian Koperasi dalam agregasi pembiayaan untuk meningkatkan pertumbuhan koperasi dan UMKM.
Hal ini juga, kata Evy, didasari oleh beberapa tahun ke belakang keluhan dari PKL adalah terkait modal. Pihaknya sendiri mengarahkan mereka untuk meminjam modal pada bank, tetapi banyak persyaratan yang harus dipenuhi.
"Kita bantu NIP dan lainnya untuk para pelaku nonformal ini. Mereka pun hanya tahu imej koperasi ini bisa pinjam atau usaha simpan pinjam, ternyata kan koperasi ini juga ada pemasaran dan lainnya," kata dia.
Saat ini, kata Evy PKL di Kawasan Sultan Agung yang terdapat 20 PKL yang siap membentuk koperasi, akan dijadikan percontohan program tersebut.
"Kami arahkan bentuknya merupakan koperasi pemasaran dengan imej bukan hanya simpan pinjam, tapi juga membantu dalam hal pemasaran. Kemudian sekarang sembilan orang PKL pun bisa membentuk koperasi," ujar dia.
Untuk PKL yang menjadi anggota koperasi, lanjut Evy, persyaratannya memiliki KTP, warga Kota Bandung, kemudian secara bersama-sama menentukan anggaran dasar lewat rapat, dan setelahnya bisa dibentuk koperasi.
"Yang terpenting mereka siap menjadi anggota koperasi. Dan ini sama, sejalan dengan program kementerian koperasi untuk pemberdayaan koperasi melalui agregrasi pembiayaan," ungkapnya.
Ia berharap, dari 22 titik PKL yang menjadi binaan Diskop UMKM, secara bertahap akan membentuk koperasi dan tujuan akhirnya para PKL ini menjadi pengusaha formal.
"Secara bertahap satu satu dulu kelompok PKL yang kita arahkan untuk membentuk koperasi. Kedepan, mereka secara cepat diharapkan akan menjadi pengusaha formal dan tentunya UMKM yang naik level," ujarnya.
Bahkan, kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Atet Dedi Handiman, saat ini pembentukan koperasi lebih mudah, yakni dengan program Sabanda Sakoper (Satu Binaan PKL Satu Koperasi), di mana setiap binaan PKL yang dibawahi dalam forum atau asosiasi, bisa mendukung pembentukan koperasi.
"Tujuan dari program ini, agar para PKL binaan mendapatkan kemudahan akses permodalan melalui koperasi," kata Atet dalam keterangannya di Bandung, Jumat.
Lebih lanjut, Atet mengatakan bahwa dengan adanya kemudahan akses tersebut, diharapkan dapat mengakselerasi para PKL untuk menjadi pengusaha formal.
"Dengan akses permodalan yang mudah, hasil dari mereka untuk mereka melalui koperasi dapat mempercepat para PKL ini menjadi pengusaha formal dan tentunya naik kelas," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Usaha Non-Formal Diskop UMKM Kota Bandung Evy Oktaviyanti menyebut saat ini setidaknya ada 22 titik PKL yang menjadi binaan Diskop UMKM Kota Bandung, namun selama ini PKL tidak menjadi anggota koperasi.
"Dalam upaya pemberdayaan usaha mikro khusus pedagang kaki lima di bawah binaan, kita lakukan percepatan menjadikan agregrasi pembiayaan melalui koperasi. Jadi satu binaan PKL satu koperasi," ujarnya.
Menurutnya, program Sabanda Sakoper ini sejalan dengan program strategis Kementerian Koperasi dalam agregasi pembiayaan untuk meningkatkan pertumbuhan koperasi dan UMKM.
Hal ini juga, kata Evy, didasari oleh beberapa tahun ke belakang keluhan dari PKL adalah terkait modal. Pihaknya sendiri mengarahkan mereka untuk meminjam modal pada bank, tetapi banyak persyaratan yang harus dipenuhi.
"Kita bantu NIP dan lainnya untuk para pelaku nonformal ini. Mereka pun hanya tahu imej koperasi ini bisa pinjam atau usaha simpan pinjam, ternyata kan koperasi ini juga ada pemasaran dan lainnya," kata dia.
Saat ini, kata Evy PKL di Kawasan Sultan Agung yang terdapat 20 PKL yang siap membentuk koperasi, akan dijadikan percontohan program tersebut.
"Kami arahkan bentuknya merupakan koperasi pemasaran dengan imej bukan hanya simpan pinjam, tapi juga membantu dalam hal pemasaran. Kemudian sekarang sembilan orang PKL pun bisa membentuk koperasi," ujar dia.
Untuk PKL yang menjadi anggota koperasi, lanjut Evy, persyaratannya memiliki KTP, warga Kota Bandung, kemudian secara bersama-sama menentukan anggaran dasar lewat rapat, dan setelahnya bisa dibentuk koperasi.
"Yang terpenting mereka siap menjadi anggota koperasi. Dan ini sama, sejalan dengan program kementerian koperasi untuk pemberdayaan koperasi melalui agregrasi pembiayaan," ungkapnya.
Ia berharap, dari 22 titik PKL yang menjadi binaan Diskop UMKM, secara bertahap akan membentuk koperasi dan tujuan akhirnya para PKL ini menjadi pengusaha formal.
"Secara bertahap satu satu dulu kelompok PKL yang kita arahkan untuk membentuk koperasi. Kedepan, mereka secara cepat diharapkan akan menjadi pengusaha formal dan tentunya UMKM yang naik level," ujarnya.