“Kami memaklumi dengan apa yang disampaikan sejumlah pengurus PGRI daerah tersebut, dan secara umum kami dapat menerima dan memaklumi aspirasi mereka,” kata Huzaifa.
Huzaifa menjelaskan apa yang disampaikan oleh sejumlah pengurus daerah tersebut bertujuan agar organisasi tersebut menjadi lebih dihormati dan disegani, baik oleh pemerintah maupun organisasi guru lainnya.
Tim Sembilan juga merekomendasikan agar Dewan Pembina mengadakan pertemuan dengan PB PGRI dan pengurus provinsi untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan sengketa antara pembuat mosi tidak percaya dengan ketua umum.
Menjelang kongres
Unifah Rosyidi mengatakan apa yang terjadi dalam organisasi guru terbesar tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi. Dalam waktu dekat PGRI akan menyelenggarakan kongres dan melakukan pemilihan Ketua Umum PB PGRI yang baru.
Jika ditinjau dari sejarahnya, lanjut Unifah, PGRI lahir, tumbuh, dan berkembang seirama dengan dinamika perkembangan bangsa dan negara.
PGRI dibangun dari kesadaran dan hasrat untuk bersatu, yakni pada 24-25 November 1945, bertempat di Sekolah Guru Puteri, Surakarta, Jawa Tengah.
“Pada masa itu kaum guru sudah sepakat untuk menghapuskan segala bentuk perpecahan antarkelompok guru. Kalaupun terjadi dinamika, friksi, ataupun perbedaan pendapat antarpengurus dan berbagai kelompok kepentingan, hal itu masih sebatas pada persaingan internal dan biasa diselesaikan secara internal organisasi,” ujar Unifah.
Selama ini, persoalan yang terjadi pada organisasi tersebut tidak pernah diumbar kemana-mana, apalagi sampai berpotensi memecah belah PGRI dalam satu ikatan keluarga dan organisasi. PGRI selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Ketua Departemen Kominfo dan Tim Media Suara Guru, Wijaya Winarya, menjelaskan terkait mosi tidak percaya tersebut, sejumlah ketua PGRI provinsi telah mengklarifikasi dan menyatakan bahwa nama-nama mereka sudah dicatut sebagai bagian dari yang menyatakan mosi.