Dedeh, perempuan asal Subang, Jawa Barat, merelakan rumah yang ditinggali bersama suaminya di Desa Xinyang, sebagai tempat untuk pengambilan foto dan data biometrik Mar. Kedua mertuanya yang penduduk asli desa itu memberikan sambutan yang luar biasa kepada tim KBRI Beijing dengan menyuguhkan beraneka ragam jenis makanan.
Saat tim KBRI Beijing melakukan persiapan pengambilan foto diri Mar untuk keperluan penerbitan SPLP, sang suami tak mau jauh-jauh dari sang istri. Entah sengaja atau tidak, pria itu bersembunyi di balik layar putih yang berfungsi sebagai latar foto sang istri.
Kedatangan tim KBRI yang jauh-jauh melakukan perjalanan lebih dari 1.000 kilometer dari Beijing dan Qingdao pada Minggu (26/2/2023) itu bagaikan pisau bermata dua bagi Mar.
Dengan mendapatkan SPLP, mimpi Mar untuk bisa bertemu kedua orang tua di Tanah Air yang merindukannya sejak lama segera terwujud dalam waktu dekat.
Namun dokumen perjalanan berbentuk buku kecil berwarna hijau itu akan memisahkan Mar dari suami dan kedua anak yang dilahirkannya dalam jangka waktu yang tidak menentu.
Boleh jadi, Mar akan bernasib sama dengan pengantin-pengantin pesanan lainnya yang dalam 5 tahun terakhir menjadi batu sandungan dalam kerangka kemitraan strategis komprehensif Indonesia-China.
Pengantin pesanan sudah lama menjadi pembicaraan serius di tingkat menteri antar-kedua negara. Meskipun jumlah kasusnya sudah berkurang secara signifikan, setidaknya dalam 3 tahun terakhir, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda, fenomena pengantin pesanan masih saja terjadi.
Mar salah seoranf di antara deretan kasus pengantin pesanan yang tersisa.