Cianjur (ANTARA) - Gempa dengan magnitudo 5,6 yang mengguncang Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022) masih menyisakan trauma dan ketakutan yang mendalam bagi warga di sejumlah desa terdampak, terutama mereka yang tinggal di pusat dan jalur gempa yang dikenal dengan Sesar Cugenang.
Beberapa kali gempa bermagnitudo di atas 2,0 yang dirasakan cukup kencang, membuat panik warga, terutama yang baru kembali ke rumah, setelah lebih dari satu bulan hidup di dalam tenda komunal atau tenda mandiri karena takut gempa susulan dapat merusak rumah.
Saat gempa bermagnitudo 4,3 yang kembali mengguncang Cianjur, Selasa (24/1/2023) dini hari, membuat warga yang sudah kembali tenang berada di rumah, memilih untuk mengisi tenda darurat yang dibangun di samping atau di depan rumahnya karena merasakan trauma kembali datang.
Tenda menjadi tempat tinggal teraman untuk menghindari dampak gempa yang masih mereka ingat menyebabkan sanak saudara atau tetangga meninggal karena tertimpa bangunan rumah yang ambruk, dua bulan yang lalu.
Menjelang malam warga yang tinggal di desa terdampak, terutama yang berdekatan dengan titik gempa dengan magnitudo 5,6 di Desa Sarampad, kembali menghuni tenda karena kembali was-was gempa dapat terjadi kapanpun, khususnya pada malam hari, ketika mereka terlelap tidur.
Bagi mereka, tenda menjadi tempat tinggal yang aman, terutama pada malam hari, karena beberapa kali gempa susulan yang cukup kencang terjadi malam dan dini hari.
"Trauma dan rasa takut masih ada, sehingga tenda menjadi pilihan untuk beristirahat ketika malam tiba," kata Ujang (32), warga Desa Benjod, Kecamatan Cugenang, dalam perbincangan dengan ANTARA.
Trauma dan ketakutan yang sempat hilang dari kehidupan warga terdampak karena ingin segera pulih dan kembali bangkit, belum berakhir. Setiap malam tiba, mereka meminta pada Sang Kuasa melalui doa agar bencana tidak lagi melanda perkampungan di Cianjur.