Ia mengingatkan pentingnya semua elemen bangsa untuk berinteraksi, bekerja sama, dan bertransformasi bersama dengan melekatkan Pancasila sebagai jiwa sekaligus fondasinya.
Hal ini didasarkan atas pemahaman bahwa Pancasila bukan saja sebagai the way of life, seperti kata Bung Karno, melainkan juga sebagai "takdir" dalam kehidupan bersama di Indonesia.
Hal ini, kata dia, didasarkan atas world realms yang menunjukkan realita bahwa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Oleh karena itu, dia mengakui dengan tulus bahwa eksistensi kehidupannya merupakan anugerah dari kemahakuasaan Tuhan YME.
"Sangat logis jika eksistensi dan kebebasan berperilaku, bersikap dan bertindak dari manusia Indonesia itu harus melekatkan nilai-nilai ketuhanan yang berkeadaban," katanya.
Sila kedua ini merupakan konsekuensi logis dari pemahaman terhadap eksistensi manusia dalam kehidupan bersama yang terikat dengan nilai-nilai Ilahiah, seperti kebaikan, kebenaran, kejujuran, keseimbangan, dan keutuhan keberlanjutan.
Secara faktual, kehidupan bangsa Indonesia yang berkeadaban itu tidak berhenti sampai pada kehidupan bersama saja, tetapi sebagai bangsa yang bertujuan mewujudkan cita-cita keadilan sosial membentuk wadah yaitu NKRI yang diikat oleh prinsip persatuan Indonesia.
Pemahaman atas konsep persatuan Indonesia ini harus dipahami secara utuh dan komprehensif, bukan persatuan dalam konteks teritorial saja, melainkan dalam konteks cara pandang yang utuh, termasuk cara pandang geopolitik.