Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Kejaksaan Agung melaksanakan koordinasi terkait penyusunan kajian atas potensi permasalahan penerapan keadilan restoratif.
Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Pujo Harinto menyebutkan kegiatan dilakukan kedua pihak untuk mewujudkan keterpaduan dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana di Indonesia tanpa terjadinya tumpang tindih antara para pihak.
”Menjawab kebutuhan pelaksanaan keadilan restoratif, Ditjenpas memiliki program Griya Abhipraya, yakni sarana yang dibentuk berdasarkan kebutuhan sistem hukum nasional sebagai upaya pemulihan warga binaan kembali ke masyarakat,” ujar Pujo dalam pertemuan dengan Kejaksaan Agung di Jakarta, Rabu (17/7), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan bentuk-bentuk pembinaan yang telah dilakukan kepada warga binaan dikategorikan menjadi dua, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Kategori pembinaan kepribadian meliputi sikap cinta tanah air, sikap spiritual, dan semua yang menyangkut aspek pribadi warga binaan.
Sementara itu, pembinaan kemandirian terdiri atas penyelenggaraan pendidikan nonformal serta pelatihan keterampilan yang telah berjalan dengan baik sesuai aturan yang ada.
Dalam pelaksanaan keadilan restoratif, Pujo menjelaskan bahwa pembimbingan yang diberikan berdasarkan jenis kategori tindak pidana.
Ia menuturkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidanna (KUHP) memuat tentang pemberian pidana alternatif paling lama lima tahun, sehingga pelaksanaan pidana alternatif dapat diimplementasikan kepada jenis kasus tindak pidana ringan atau yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun.